Wednesday, November 2, 2011

Tetap hujan

Angin tak bertalu seperti wajah diam diantara nama-nama manusia yang berhamburan saat hujan kemudian berteduh di seberang jalan bertanya kapan berlalu waktu dan menghentikan hujan.

Seorang perempuan diam menatap jauh menembus hujan, di hatinya seolah senang karena hujan hari ini telah datang setelah sekian bulan tidak pernah jatuh dan membasahi jiwanya yang haus akan ketenangan dan dia pikir bahwa hujan hari ini adalah jawaban atas semua pertanyaannya. Kendatipun begitu diapun ingin segera meng akhiri hujan ini dikarenakan semua kenangan yang membayanginya adalah hujan tanpa tepian dimana ia bisa bebas menari dan menangis tanpa seorangpun tahu dia terluka sedalam palung samudra.

Langit tampak hitam dipenuhi awan gelap serta deras air hujan masih mengalir seperti air matanya yang mengalir deras dari ujung matanya, sementara laki-laki disampingnya menatap iba, seorang perempuan berparas cahaya bintang menangis tanpa sadar dan seakan dia tutupi di balik hujan yang kian membanjiri tepian jalan tempatnya ia berdiri kini.

Diam saja bukan jawaban dari sebuah pertanyaan yang mengharuskan suara-suara sumbang tersebut bernyanyi kemudian memberikan nilai untuk masa depan serta kepribadian, Hey Perempuan leebih baik hari ini kau tidak bernyanyi biar saja turun hujan sementara hari akan melewati masa sebelum tengah hari dan aku tetap kembali.

Kawan, kekasih hai dan pasangan jiwa ku di masa depan maka dengarkanlah aku, jangan bohong pada dirimu saat ini dan kemudian jujur hanya kau karena ber-iba kepadaku sementara tanah terpijak olehku bukan hanya bayangan namun sebuah kenyataan yang aku hadapi.

Maukah kau berjalan denganku seperti seorang laki-laki buta dan seorang imam dalam tiap sujudmu sehingga tembikar yang sudah terajut olehmu akan kujadikan hidup untukku nanti, maka bangunkan aku malam ini seketika hujan tiada berhenti dan angin hanya berhembus melewati titik-titik yang tidak ingin aku pelajari atau bahkan aku baca dalam hidupku.

Perempuan yang berbaju kuning terang sementara ditanganmu hampa tanpa payung seakan kau berani menutupi hujan dengan tarian sendumu, tidak! bukan hari ini atau saat kau menganggap bodoh dirimu sebagai seorang perempuan yang ketika rasa itu sebetulnya adalah kejujuran bagimu namun secara tersamarkan kau membohongi dirimu dengan tarian ceria dan lompatan yang tidak biasanya pada hujan malam ini dan kemarin,

Aku tidak perlu pawang hujan malam ini ataupun berikutnya dan biarlah aku tidak memakai pelindung dari hujan ataupun kata-katamu yang dulu menyejukan sementara sekarang hanya sekedar cacian serta makian.

Dalam cahaya yang sebentar lagi pudar kau menatap dingin pada titik-titik terajut dan tembikar yang sejenak tadi ingin ku jadikan tempat hidup kau berujar menyerah dan kemudian menangis ditepian sungai yang hampir kering, namun karena kala itu hujan hingga sungai keringpun kini terisi dengan aliran deras air mata serta kegelisahan semu terlepas dari nyata ataupun tidak dari apa yang di hidupmu.

Bangun.. perempuan!

Biar jauh dan dan jarak tertapak oleh kakiku biarkan menjadi hilang dan hampa pada saat kau berdiri dan sampai pada puncak tangga yang sementara kau daki kemudian kau jatuh, aku akan berada berdiri menopangmu dan diam tanpa kau tahu, aku hanyalah hilang dan diam.




No comments:

Post a Comment