Monday, November 7, 2011

Bolehkah?


Aku menatap jauh ke depan tapi entah lah apa yang aku pandangi dari sekian umurku seperti saat tanpa aku mengingat beberapa hari ke belakang dikarenakan masa lalu adalah hal yang terlupa olehku, namun jika ini pula yang menjadikan aku duduk terdiam memandang sahabatku yang juga aku tidak pernah tahu sebuah arti sahabat namun mereka yang berdiri di sana bermain adalah seseorang dengan otak dan pikiran masing-masing sementara aku sedikit mengharapkan nilai dari mereka tanpa  harga yang harus kubayar sebagai anak kecil yang terkucil dari kedewasaan ku yang hampir membuatku lebih tua beratus tahun dari mereka.

Jika sebuah bola yang bergulir itu adalah bola dunia yang aku berada di atasnya berdiri seharusnya maka aku hanyalah sebuah titik ketiadaan yang membuatku harus berusaha keras untuk menjadikan aku sebagai seorang penonton yang memandang bola dengan kedua mataku sekaligus nuraniku, Pada masa seharusnya aku tertawa dan menghina diriku sendiri sementara cermin tak dapat tertembus oleh mmataku di pantai yang sama sekali tidak merefleksikan bayanganku, lalu aku harus melihat ke arah mana? apakah cukup saja kubawa cermin setiap aku terduduk disini sementara mereka semua tertawa melihat ke arahku dan duduk diam seperti seorang yang terasing dari peradabanku. apakah itu menjadikanku manusia yang sama ataukah hanya ikut bagian saja dalam kehidupan mereka tanpa ada nilai atau harga sama sekali.

Sungguh saat aku tertawa aku lupa, bahkan pada saat ibuku berdiri menyuruhku mengerjakan apa yang tidak sesuai dengan hatiku lalu aku mengikuti seperti kambing namun juga bukan terletak pada saat aku hanya bisa berdiri dengan hati dan pikiranku sementara aku berusaha mengabdi pada diriku sendiri dan Ibuku yang melahirkanku tanpa mengenal siapa ayahku.

Hei aku juga bisa tertawa lepas dari masa-masa yang seharusnya terlupa olehku yakni saat aku harus duduk diam sementara kawan-kawanku melenggang dengan tenang bermain senja di ujung Pantai dan berteman dengan sebuah bola bundar berwarna merah, lalu untuk apa aku harus melihat ini semua?.



Apakah aku seorang pemberontak keras kepala atau justru akulah sang generasi tanpa mengetahui aku akan jadi apa pada masa depanku? Apakah aku ingin jadi seorang pemain bola ataukah sejauh cita-citaku seperti seorang Presiden yang berdasi kupu-kupu dengan tetap sementara orang-orang menertawakan kepemimpinanku, entah terhadap mimpi atau yang aku inginkan kali ini demi sebuah nama.

Aku hanya ingin mengenal sebuah cinta yang benar-benar cinta juga seorang sosok laki-laki sebagai gantungan kunciku sehingga tak kan lupa kemanapun aku pergi aku  akan membawa cinta tanpa perlu repot-repot merasakan sakit hati seperti yang ibu ceritakan bagaimana rasanya sakit hati.



Seandainya saja ini pagi maka mungkin aku akan merajuk untuk tetap bermain dan mungkin bola berwarna merah itu aku akan tendang sampai batas dunia dimana nampak olehku bahwa bolaku lebih besar dari matahari yang sebentar lagi menghilang dari pandangku menghilangkan cahaya merah dan warna biru pada langitku untuk kemudian berganti hitam seperti kelopak bunga mimpiku yang tidak dapat ku pelajari karena aku baru berumur 10 tahun sementara aku inginkan sebuah masa di mana aku adalah seorang menteri olahraga yang bisa bermain bola mengalahkan tim-tim dunia dan sekaligus menteri pariwisata yang akan melukis tempat indah ini menjadi tempat bermain bola untukku, namun ternyata juga tak ada gunanya pikiranku.

Bolehkah aku bermain saja tanpa banyak berpikir darimana bola itu berasal dan siapa pembuatnya ataupun bagaimana aku membelinya, aku hanya ingin tertawa kali ini tanpa ada mata yang memandangiku sebagai seorang pemain bola non- profesional yang tertera pada toko-toko di samping jalan yang kemudian lusuh untuk mereka gemari dan akhirnya mereka melupakan masa tua ku.

Bolehkan aku hanya tertawa?




No comments:

Post a Comment