Saturday, November 12, 2011

Bilang-an

Hari ini aku hanya dapat sepuluh ribu dari nasi gorengku, hari kemarin aku hanya dapat lima belas ribu rupaih dan bila kujumlahkan hanya dua puluh lima ribu rupiah sedangkan anakku beranjak dewasa dan menyadari pendidikan di negara ini begitu mahal maka harus ku hargai berapa gerobak yang ku beli seharga lima ratus ribu sebagai tulang pinggulku sementara malam semakin larut dan aku tetap tidak bisa menghitung uang puluhan ribu. 

Aku tidak mau mengeluh pada mobil yang melintas di hadapanku bahkan sering otak ini tiba-tiba tidak berada di tempatnya namun terbawa mobil yang melintas ke arahku dan bermimpi bahwa aku hanya akan menjaddi sebuah roda yang berharga mahal sehingga bisa kujual diriku untuk menghidupi anak-anakku. Namun bukan kesialanlah yang menghujaniku, ini hanyalah sebuah pilihan hidup sepereriuk nasi yang kemudian ku goreng dan bercanda dengan tangan keriputku. Di tanganku nasi-nasi yang hidup ini kemudian menjadi hidup untuk saat ini bisa bermimpi anak-anakku hingga sarjana yang kemudian tidak mengganggur dan membuka restoran nasi goreng. Saat aku menghitung kemarin aku tahu hari ini aku akan memasak nasi bukan yang kemarin hingga sebagian dari beberapa hidup yang kupertaruhkan untuk memasak nasi untukku kemudian berjalan-jalan dan diam di perempatan jalan ini, kemudian aku berteriak aku dapat Lima Belas Ribu Rupiah dan aku tertawa. Tapi tidak hari ini aku belum akan berteriak karena hari ini tiada hujan bahwa Bulan purnama menemani bercandaku hingga mungkin pagi saat Sabtu malam ini para lelaki dan Perempuan melintas didepanku membuatku iri, tapi sejak kapan pula aku harus iri ketika aku masih bisa memeberi makan anakku yang paling besar dan kecil sementara ibunya entah berada di mana. 

Aku bercita-cita menjadi seorang dukun pada saat kecilku hingga bisa ku jampi diriku menjadi orang kaya seharusnya hari ini namun ternyata mantraku kurang satu bait hingga aku dengan bangga menjadi Tukang Nasi Goreng Sejati yang berkumis namun tak pernah bersedih, hanya saja ku topangkan dagu ini dengan kedua tanganku hanya karena berat rasanya belum tidur selama dua hari karena memegang uang Lima Belas Ribu kemarin. 

Aku memakai kemeja berdoa semoga Perempuan pelangganku bisa menyebutku seorang laki-laki sejati yang bertanggung jawab sementara anak-anakku diam di kontrakanku cukuplah mereka diam saja biar seorang lelaki tua yang bertanggung jawab dan menjawab semua filsafat kehidupan mereka, sanggupkah aku? Tentulah aku yang berparas tua ini sudah hampir Lima puluh tahun hanya dengan bilangan paling besar selama hidupku hanya sampai Lima Juta Rupiah sementara kemarin anakku masuk Sekolah Menengah Pertama meminta uang Lima Juta Seratus Rupiah, aku tidak tahu bilangan itu dan mulai berpikir apakah aku kurang lama hidup atau aku kurang banyak berhitung selama ini.

Di tahun ke lima ku berkendara gerobak tercinta serta ujung jalan di Jakarta ini sudah cukup bagiku tanpa harus menjadi seorang penulis yang bisa menceritakan kehidupanku, komporku saja tahu bahwa tanganku sudah tahan panas dan mampu berhari-hari menghitung uang ribuan yang tidak mencapai ratusan ribu rupiah setiap harinya. 

Anak perempuanku yang paling kecil pernah berkata bahwa ia ingin jadi artis, lalu aku sempat bertanya kepada salah seorang pelangganku kalau artis itu apa, dan aku dapat jawaban bahwa seorang artis itu seorang yang tampil di televisi. Di rumahku ada televisi 14 inchi yang makin berkurang ukurannya karena semakin hari semakin penuh saja isi rumahku dengan sampah yang kukumpulkan selama masa hidupku. Suatu hari setelah hari Jum'at aku sempatkan menonton televisi siang hari sepulang Sholat Jum'at, pikirku aku ingin tahu seperti apa rupanya seorang artis itu karena menurut anak perempuanku artis itu sangat cantik dan dipuja oleh masyarakat, pikirku kalau ia di puja oleh masyarakat apakah itu tidak menjadikan aku sebagai masyarakat karena tidak memuja artis. Aku harus tahu cara menyetel televisi karena televisi inipun aku beli dengan cara mencicil pada tetangga sebelah, pelan-pelan aku menekan tombol dan menyalalah televisi, dan ternyata hebat teknologi yang aku tidak ikuti ternyata sudah mendahuluiku bertahun-tahun lamanya dan semakin menjadikanku orang yang paling kuno di lingkunganku. Pada televisi itu perlahan tampak olehku seorang polisi sedang menggandeng seseorang berparas cantik, lalu aku pikir apakah dia artis tersebut? Lima menit aku perhatikan tapi kenapa kemudian perempuan itu di borgol kemudian dimasukan ke dalam penjara. Aku matikan televisi tersebut, lalu ku panggil anak perempuan kecilku dan mengatakan kepadanya janganlah dia punya keinginan menjadi artis, anak perempuanku bingung dan bertanya padaku kenapa, aku sendiri tidak tahu kenapa, haruskah ku jawab karena dia akan masuk penjara namun rasanya tidak masuk akal olehku. Sial aku menjadi bodoh umpatku dan kemudian aku meralat kata-kataku kepada anak perempuanku dan berpesan supaya menjadi artis yang baik-baik dan jangan menjadi jahat. Sudah ku cukupi hari jum'at itu.

Hari ini hari Sabtu dan aku berdansa dengan ketel penggorengan nasi goreng lagi, hari ini sudah bertambah aku mendapatkan Dua Puluh Ribu Rupiah dan itu tandanya lebih Sepuluh Ribu Rupiah dari hari kemarin, aku masih berbilang pada angka jamku yang menunjukan pukul Sepuluh malam sementara sebakul nasi masih ada tiga perempat lagi yang seharunya menjadi Seratus Ribu Rupiah hari ini. Paling tidak untuk tambahan anakku esok hari karena ingin beli es krim apalah namanya itu, menurut dia dengan memakan es krim itu dia bisa menjadi ratu. Entahlah apa itu mungkin atau engga seakan tidak masuk akal bagiku namun tak akan kuhalangi mimpinya untuk apa yang ia pikirkan sedangkan aku masih terpaku hanya pada bilangan sampai Limma Juta yang kini sudah bertambah Seratus hingga menjadi Lima Juta Seratus Ribu. Mungkin tahun depan bilangannya akan bertambah lagi hingga suatu saat aku bisa menghitung ribuan nasi dalam bakulku yang harus habis malam ini. 




No comments:

Post a Comment