Thursday, November 27, 2014

Kawan Hujan

Hujan sudah turun kawan, seiring nada yang kau nyanyikan padaku saat mendung tadi. Biarkan saja angin menerpanya dan membawanya turun ke samudra bayangan yang entah akan kunamakan harapan atau ketakutan. Biarkan ia melayang tanpa tujuan seolah mengingat panjangnya proses hidup dalam ketidakpastian.

Aku tak pernah tahu kawan bahwa kau ada disana saat aku putuskan berlari sendiri dan kudayung perahu nya menuju batasan waktu untuk menghentikannya. ku sendiri tak kan sempat berputar atau bahkan itu diperbolehkan yang aku tahu, kau akan menaiki perahu yang berbeda dan suatu saat nanti di suatu titik entah dimana ketika aku belum melabuhkan perahuku dan belum kuhentikan waktu kau kan berjumpa dan entahlah.

Kedua perahu itu mungkin saja beriring atau mungkin salah satunya akan retak dan kita harus berpindah entah siapa dan kenapa.

Kawan.. entah apa yang bisa kuingat ketika yakinku adalah satu kejadian dimana mimpi menjadi haluan utamaku dan menjadi satu inspirasi tujuanku, sebuah harapan yang awalnya adalah sebuah pandangan murni dari mataku dan ketika waktu memukulku jatuh aku harus melupakanmu laksana sejarah kelam dalam hidupku.

Entahlah saat ini aku tahu siapa diriku ataupun tidak, yang aku tahu adalah aku tak mengetahui apa-apa baik dalam waktuku ataupun waktumu.
Saat mata bertemu mata, aku tahu bahwa itu kau tapi aku tahu bahwa itu bukan kau, rindu pada kawanku sejenak adalah berandaku tapi perahuku sudah terlanjur menunggu.

Aku takkan meninggalkan selamat tinggal... biar saja pada waktuku

Contemplating

The sky are turning dark not because of someone painted it into black or someone turned off the light, The sky is turning black because a cause,  a cause that we wouldn't understand as the eyes can see as logic thing can wrote. The sky is following the time where the atmosphere is only a space where it has been balanced to the earth. When the day was came, the sky can be possible bright as the sunlight or even cloudy when it need to be on the rainy season, The sky also turning black when other part of this earth is take turn as the noon and. This earth is rotating and it's fair enough that we got light enough inside our life time. It also the same thing in Alaska or any other part of the earth, This called balance which has been prepared by God to support our life.

Where's our stand?

How big are we? Is it important for us to know how big is this universe or that is one absolute thing we should know and conscious. How tinny we are in front of this universe? and how weak we are in front of The Mighty One who has created this universe full with all the thing as our support and balancing to this world.

What we can see?

Our eyes is un-framed, what we saw and what is become our vision is never be framed but how far our eyes is able to see? but it is not about the distance and our ability to see, but the technology who made this thing can be possible used as a creature which has soul, mind and heart. Human being!

What we feel?

Heartache, happy or what we should feel? What is the feeling to submit on us or to others. Love a man to a girl? or as the global thing is only horizontal relation between humans, but did we ever thing on the Vertical relation? which is between human and God as their creator who provide all this nature for us and also mind to keep it balance, God gave us the nature is not for our belonging but it just a lends where we should keep it balance as before.

Take a mirror and watch your self, watch and don't speak!

Wednesday, November 26, 2014

Woman with a Thunder

She was running try to avoid the rain
In her hand she holding the thunder which she bought from a guy with a scar on his face
She was thinking that she could crossed the rain without getting wet and save the thunder
The thunder was become a flame when the raindrop fall into
Fire start to burned her hand while the girl is kept running

Her feet was bleed
but she still able to ran and met a guy in front of her
The guy who saw her was completely ignored
the thunder still burned till the last and gone in a second while the rain still felt down
She screamed loudly and the guy came to her and asking what's happened
the girl cried while the thunder on her hand was gone and nothing left except her burned hand

The guy took her hand and put it under the rain
and slowly the girl stopped cry
after the girl stopped the guy was leave

The rain also stopped a minutes after the guy left
the day become misty and darker
She didn't see anything in front except two trees which stood up like a gate

She stand up and came to those tree and entered the gate between the trees
asking where she is but she couldn't find the answer
The rain slowly came and told to walk away before funder strike again
She falling down
She falling a part
She falling......
and make out with the thunder.

Hujan dalam Dialog menunggu

"Mungkin saja jiwanya lelah, maka biarkan saja ia terdialog dengan asa nya hingga ia tahu bagaimana rasanya penantian sebuah rindu", nyaring bebatuan melantunkan senandung menunggu hujan. Kering bukan saja karena musim kemarau yang berkepanjangan melainkan karena dahaga yang tak pernah berhenti untuk terpuaskan, satu tetes hujan saat ini takkan mencukupi dahaga berikutnya bahkan jika terjadi hujan selama satu minggu, maka takkan cukup memuaskan dahaga pada minggu berikutnya.

"Oh, hujan.... jadikanlah panembah wangi bagi kalbu yang diam dan kemudian datang, basahi dan tenggelamkan aku dalam nuranimu lalu menyadarkan keberadaanku yang sekarang aku lupa". Dan kian terisak tangis memenuhi gelora malam yang tak berkesudahan, pagi sepertinya enggan datang mengganti hari sementara langit masih digelayuti mendung tanpa tanda akan hujan. "Adakah aku salah? berdiri dengan diam karena tidak bisa berbicara atau bersuara namun hanya hatiku saja yang merapalkan seuntai kata do'a menanti kedatanganmu?". Langit tidaklah goyah pada dialog sedih atau hanya asa yang terpendam, permintaan diam dan meminta dalam diam adalah dua kalimat yang berbeda. Waktu siapakah dan dimanakah akan menjadi tahu bahwa hujan sesungguhnya telah datang saat batu sedang tertidur diam dan bersemedi dalam dialog hatinya.

Hari ini akan berbeda dari harapan yang pernah hadir walaupun tanpa rasa takut dan semoga semakin besar kekuatan harapan itu. "Angin, adakah kau bernyanyi malam ini? biarkan aku diam dalam dialogku dan bernyanyi saat aku menginginkannya dan bersuara saat aku memuntahkannya? bisakah?". Sejuta tanya telah bersarang di atas pohon tempat angin bersenandung sebelumnya, hujan jangan pernah tanya ataupun bersetubuh dengan kalimat yang pernah terucap pada bebatuan yang hanyut di sungai harapan dan terbawa menuju laut akibat hujan deras yang turun bertahun-tahun yang lalu. 

Tiada kalimat yang memadukan hujan dengan harapan, baca dengan hati dan lihat dengan  pelupuk mata sang waktu, apakah pelangi timbul saat malam hari atau tidak? "Tidak! Aku selalu menunggu hujan dan bukan pelangi, entah pada berapa warna yang akan timbul atau justru hanya kabut putih yang menyelimuti kesepakatan antara hujan dan matahari? Ah, aku tak bisa tafsirkan! Aku bukan manusia dan hanya sebatas batu yang terkikis oleh waktu dan tergerus hujan." 

"Aku akan bernyanyi untukmu wahai bebatuan yang diam!" Sang hujan menimpali dan kemudian turut duduk di samping sungai yang tak kunjung menghanyutkannya. "Jadilah aku berbicara, dan jadilah aku sebuah dialog yang tak kunjung kau suarakan, jadilah aku sebuah kalimat tanpa dosa mesti harus bersetubuh dengan waktu, aku akan selalu bisa walaupun harus tanpa pelangi dan walaupun tanpa pagi yang datang atau entah kapan akan datang." Sang batuan kemudian menangis berbahagia, diam tanpa rasa dan besuara tanpa kata.


Monday, November 24, 2014

Tuan Hujan

"Sudah hujan Tuan, apakah secangkir lagi akan kau tambahkan untuk membunuh dingin di altar yang semakin terendam?".

"Sudah tinggal diam Tuan, suaranya kini sudah hilang bergaduh dengan tetes hujan dan bergulat dengan air yang jatuh kemudian tenggelam menghilangkan bekas luka yang ada...  Apakah Tuan akan berjanji untuk berjanji kemudian membawa aroma tanah itu dalam senandung yang akan kau nyanyikan?"

Kepada malam kini tak bersuara lalu datang angin membawa rupa tak berteman waktu, daripadanya ada bulir-bulir hitam menetes ibarat kopi yang semakin habis karena cangkir yang semakin usang dan membasahi lantainya.

Waktu bukan saja datang pada senja, namun ia datang untuk menceritakan sebuah cerita tentang hati dan cerita tentang betapa waktu menghardiknya hingga kini tak ada lagi diam ataupun gemuruh petir yang mengembara dalam secangkir kopi panas yang terseduh oleh harapan.

"Tuan, siapakah aku dalam Tuan? ataupun sanubari yang berpesan kepada diri laksana cermin yang mengajak berdansa saat hujan dan sepi datang?"

Sore masih hujan ia tak beraga hanya duduk di bantaran kali memandang genangan yang kean mengalir dan tengelam tanpa nafas.

"Apakah saya harus mengiba Tuan? atau berkelahi dengan sajak yang tertoreh dalam perdu yang kau nyanyikan?"

Malam enggan datang dan biarkan pagi sahaja yang melewati dan melompati pagar hati untuk senantiasa berdiri tanpa ketakutan, berharap tiada hujan dan memandang mendung mengiba pada matahari yang enggan nampak.

"Ah, sudahlah..... sudah waktuku Tuan, sudah waktuku....."



Tuesday, October 21, 2014

Darimu

Darimu, tangan ini tak gentar,
mengenali dunia lain dari terbiasa,
membungkam syaraf merasakan surga.

Darimu, kaki ini melesak lebih dalam,
kendali tanpa tergopoh, diam dan ber-rima
menjejak membiasakan mengambil irama.

Darimu, mata ini sudah tak buta,
hitam tak menorehkan lagi di pupil yang kering,
melihat dan ber-makna, mengambil arti.

Darimu, bibir ini bernyanyi,
bahkan pada nada rendahpun bersuara,
berbicara pada harmoni.

Darimu, telinga ini mendengar gemericik air,
tak pernah men-dengungkan arti kebebasan,
bahkan iramanya aku kenali.

Darimu, hati ini tak berhenti berbinar,
menelisik pagi saat redup cahaya
membalut mimpi suram hari jadi terang.

Darimu, Jantung ini berdegup kencang,
bukan takut ataupun sendu terkapar lemas,
menyongsong pagi tanpa perlu ada rindu.

Darimu, darahku tidak mengental atau mencair,
dan ketahuilah sungai itu sudah tak terbendung,
menjadi suatu aliran kehidupan.

Darimu, sebagai ibu padaku,
mengandung arti dalam bahagia,
memudarkan kelabu awan di atas pelipis padaku.

Darimu, tak berhenti terkata,
suar telah menunjukan jalannya,
dan riuh pelabuhan yang sepatutnya.

Darimu, untuk siapapun aku.

Tuesday, August 12, 2014

Interlude

Ku pahat empeduku karena tak kuasa pahitku
Dingin, duduk dan diam bukan bisaku
Tidak ada kata pada seharusnya
Bukan mimpi dan gaung yang membawa senja
Jauhkah harapku ?

manusia tidak menjadi manusia
Membunuh kenyataan dengan cibiran
Penggal saja hatiku biar kepalaku masih bisa tersenyum
Aku tak mau mati berdiri !

Thursday, August 7, 2014

Mengeluh pada kehidupan? TIDAK!

Satu waktu mulut mengeluh, tanpa sadar syukur sudah mengukur, satutarikan nafas saja bisa beribu penyakit keluhan dan memperdengarkannya pada dunia, apakah kau orang hebat? 
Tidak tuan dan nyonya! satu kata saja jadi bidak diantara perang nilai menuju ikhlas menapaki dunia tanpa kau perlu sadar bahwa syukur adalah terukur dan berukir indah saat kau sadar tanpa mengeluh. Apakah ketidakpuasan menjadi nilai yang tidak dapat tergantikan dibandingkan hidup yang telah kau dapat?

Satu cangkir kopi saja jika pahit tetaplah pahit dan tidak akan berubah manis walaupun kau berikan gula, dan itu bukanlah dogma tapi alur dari hidup, sudahlah kau cukupkan saja dengan nasi sepiring tanpa seperiuk yang takkan kau habiskan! untuk apa jika hanya sekedar nilai yang kau harap menjadi pujian manusia sementara keluanmu semakin menjadi sampai kerongkonganmu kering akibat tidak sedikitpun kau nikmati hidup!

manusia adalah budak dan tuan sekaligus yang mencari JATI, bukan nilai tapi memanusiakan manusia yang sudah ada tanpa memperbudak dan bukan menTuhankan atau pula menjunjung nilai jika moral tak ada, runut jalan itu maka kau kan tahu apa yang terlupa dari pendaran sinar pagi sampai sore-mu.

DIRI adalah manusia seJATI yang memungkinkan atas dasar kemungkinan-kemungkinan manusia menjadi manusia! syukur danlam ibarat IKHLAS adalah kemutlakan dalam hidup yang penuh peluh keringan untuk menjadi manusia itu sendiri. Bekerja, berdoa, bekerja, berdoa, bekerja dan berdoa.

Tidak berhenti pula pada Ah... sudahlah, jalan itu masih panjang dengan nafas yang kau bawa Tuan dan nyonya sekalian. apa yang kau dapat dan syukuri hari ini dan apa yang kau cari dari sedikit kalimat mencari? 

Tidak di atas dan tidak dibawah adalah mengambang namun bukan tanpa berpijak sebagai prinsip dasar kaki yang menginjak tanah, yakni tanha tempat kau sendiri hidup dan itu sudahlah cukup kau nikmati dan kau syukuri bukan hanya dengan kalimat dan doa namun pikiran jugalah yang akan membawamu pada tingkatan lebih tinggi daripada manusia!

seJATInya tidak ada korban dari kemanusiaan diri sendiri jika kemanusiaan itu sendiri bermakna tunggal! DIRI senharusnya menJATI kan seJATInya manusia yang berbahasa dan bersikap pada keadaan JATI DIRI yang berisi pengenalan DIRI untuk seJATInya hidup. 

Ga ngerti?.........ga usah dibaca!


Tuesday, July 22, 2014

Kebenaran bukan dan bisa jadi Kebetulan

Tidak mencermati bagian yang harus dicermati adalah suatu rangkaian cerdas oleh karena itu dalam satu rangkaian cerdas cermat adalah mencermati secara cerdas! begitu mungkin uraian yang sesungguhnya bisa jadi sangat realistis dalam suatu masalah.

Masalah bisa jadi juga sebuah pertanyaan yang layaknya harus dijawab, tapi masalah juga tidak berarti sebuah pertanyaan yang sebenarnya membutuhkan jawaban. Apa, kenapa dan dimana (?) jelas sebuah pertanyaan terlepas dari tanda tanya yang mengikutinya namun masalah dalam hal ini adalah memperhatikan, mencermati dan mengamati, jadi jelas ini bukan sebuah pertanyaan baik dalam kaidah bahasa ataupun dalam ranah sastra. Jikalau ada yang bertanya ini apa? maka ini jawaban yang paling tepat adalah sebuah pertanyaan yang mencoba cerdas walaupun belum tentu ukuran kecerdasannya dalam mencermati.

Ada sebuah dialog tentang kebenaran yang notabene selama ini kita tahu bahwa kebenaran itu hanyalah milik Tuhan YME, menurut beberapa orang, kalo menurut saya juga mungkin akan saya iyakan karena ketaatan dan ketaqwaan jika menurut sumber darimana saya mendapat jawaban. Kebenaran tidak mempunyai keturunan pembenaran atau menjadi benar dalam versi kemanusiaan dan bahkan tidak juga kebetulan yang berarti benar dan mendapatkan awalan ke- dan -an. Dua-duanya jauh berbeda benar ya benar dan betul adalah betul, bisakah benar menjadi seperti betul yang dipakai dalam statement 'menyetujui' (?) jawaban saya bisa ya atau tidak! Sebelum menjawab kenapa kita cermati pertanyaan ini.


Pilih Benar atau salah!
Pertanyaan :

(Benar) - (Salah)  ; Yang membedakan laki-laki dan perempuan adalah jenis kelaminnya.

Jawaban : (Benar)

Laki-laki dan perempuan adalah suatu segmentasi seksual yang menjadi pembeda antara keduanya, dan tentunya memang sudah ketetapan Tuhan bahwa pembeda antara keduanya secara segmentasi seksual adalah jenis kelaminnya.
maka kalimat tersebut adalah benar dan betul! Setuju dengan pernyataan kalimat tersebut dan Benar! karena pernyataan kaliat tersebut menjadi absiolut karena melibatkan keTuhan-an.

Pilih Benar atau salah!
Pertanyaan :

(Benar) - (Salah) ; Pejabat publik yang dipilih oleh masyarakat tugasnya adalah melayani rakyat.

Jawaban : (...............)

Dalam sebuah  persepsi ata cara pandang setiap manusia tentu berbeda cara mendefinisikan tugas seorang pejabat publik, dalam suatu kalangan mungki saja akan menjawab bahwa tugasnya adalah melayani rakyat. Disisi berbeda mungkin akan berpandangan bahwa tugas pejabat publik adalah berkuasa terhadap rakyat dan pandangan lain-lain.
Apakah ini sebuah kebenaran (?) atau kebetulan (?) atau cukup benar dan betul saja ?

Betul bukanlah benar! Betul Anda setuju dengan pernyataan diatas namun belum tentu benar berdasarkan persepsinya.

Apakah menyesatkan? atau kemudian ini menjadikan hanya sebagai pemahaman saja terhadap sesuatu yang sebetulnya konseptual dan sebetulnya merupakan pembodohan untuk membahas ini. well..... monggo pikirken saotakke dewe........ sekemampuan otak Anda dalam menelaah secara cerdas dan cermat terhadap masalah ini.



Salam lelepeutan......

Friday, May 23, 2014

Kopi (Menurutmu??)

Tak usah berkelakar dengan tingkat arogansi pahit yang akan memuntahkan sebesar penyesalanmu nantinya, Jika harus bicara politik maka politik itu sendirilah sesungguhnya cara bicaramu. Bukannya sama saja jikalau semua orang berbicara adalah sebuah eksistensi ataupun pretensi bahkan retorika retorika yang awalnya adalah sebuah ekspresi kemudian memunculkan ide?

Kopi dalam takaran yang pas akan memunculkan sebuah fragmentasi rasa, kendatipun jika takarannya tidak pas.. namun satu yang perlu digarisbawahi adalah tidak ada kata berlebihan karena kata kata tersebut hanyalah kalimat absurd yang tidak akan diperdengarkan yang berefek negatif terhadap semua hal, tentu semua mengetahui hal tersebut.

Lalu apa hubungannya? Menurutmu?

Thursday, May 22, 2014

Jam 9 Pagi

Pada waktu yang bergulir seperti roda yang nampak di kejauhan tertutup tirai jendela tempat dudukku, sofa coklat yang berumur lebih tua dari umurku memandang jauh meng andaikan bahwa aku sedang diluar sana menatap jauh ke dalam, tempat aku terkurung oleh kesepian tanpa harapan.

Jam 9 pagi hari kemarin sebuah harapan terlintas untuk jam 9 esok hari dengan mengendari kendaraan harapan yang melayang menjauhi pertanyaan pertanyaan yang kerap berdengung di telinga. Aku berpikir tidak akan berpikir lagi sehingga nalarku hilang bersama proses hidup yang juga entah kelam ataupun sebenarnya akulah sang "drama" dalam karakter yang telah kuperankan sebelum sebelumnya.

Sesungguhnya jika saja luas cakrawala dapat menjadi pandanganku maka aku tak akan berkedip untuk kehilangan sedikitpun ruang dan waktu yang akan menyisakan sedikit kedewasaan bagi aku kelak. Dan entah kenapa, pertanyaan pertanyaan sebelumnya tidak pernah muncul lagi dan muncul bahkan hanya keluar dari permukaan kulitku.

Jam 9 pagi esok hari adalah Jam 9 pagi keesokan harinya, sedangkan aku masih berpikir bagaimana jam 9 pagi hari ini!


Friday, May 2, 2014

Lima dimensi!

Seiring waktu tak berpendar pada ruang, mengikuti jelas pada alas hijau teratai di kolam bernama "hidup". Bukankah jelas tanpa mengerti adalah kebodohan?

Pertama ; lihatlah kakimu!.... Tanyakan padanya kemana ia akan melangkah maju, jikalau mundur jangan tanyakan karena waktu selalu berlalu tapi bukan ada di masa lalu, masa adalah waktu sedangkan frase "lalu" adalah ruang kosong saat kita mendengarkan seperti apa rasanya dan seperti apa bentuknya, kemudian harus bagaimana memulainya di saat yang juga akhirnya menyebutkan "waktu" itu.

Kedua ; Buka matamu dan ajaklah ke warung kopi tempat aku berada berbicara tentang "cinta", jauh mungkin tapi sekaligus dekat saat kau diam mencoba menelaah pengertian-pengertian hal tersebut.
Sial!!! dalam hal ini kita termakan kebodohan kemanusiaan kita!

Ketiga ; Sakit! hidup?

Keempat ; Doronglah badanmu condong ke belakang hingga kau tak melihat kakimu berpijak? dan sebutkan apa yang kamu lihat saat matamu memandang hanya 10 sentimeter dari matamu.... apakah sama? atau jelas berbeda karena masalah jarak?

Kelima ; Diamlah di tempat gelap kemudian bernafaslah hingga terdengar oleh telingamu sendiri, sebutkan dirimu berada!