Thursday, January 5, 2012

Berdialog dengan cermin #2

Akulah Sang Hujan

Seorang anak berteriak histeris saat hujan datang, sepertinya enggan bertemu dengan hujan, dia bahkan tak mau menatap atau berdiri menyapaku sejak setahun lalu saat ayahnya meninggal tertimpa pohon di belakang rumahnya. Dan menurutnya akulah penyebab kematian ayahnya.

Sedalam dendam bukan hanya sebuah hati yang akan mati namun justru tak akan mati dalam sanubari. Pembawa kegelisahan sekaligus rasa benci yang diam dan menggerogoti akal dan hati.  Juga bukan sebatas nilai yang mengendap karena nilai manusia yang hanya berumur tidak lebih dari seratus tahun, jika mereka mengatakan itu adalah keseimbangan maka aku dikatakan kerisauan dan kepedihan dalam tanda hujan. 

Aku bukan seorang manusia ataupun sesuatu yang hidup dan bernyawa, aku juga tidak timbul dan berbahasa seperti pemahaman ada dan berpikir namun sempurna alam yang membuat semuanya seimbang tanpa batasan yang bersinggung dengan manusia. Bukan pengetahuan ataupun pandangan tanpa bingkai pada sekian jarak pandang.

Ketika badai datang apakah aku yang disalahkan sementara angin memang harus meniupku kencang tanpa manusia harus tahu, sehingga nanti akan datang pelangi. Ketika manusia harus bertarung dengan banjir atau buruknya sistem perairan mereka ataupun ketika pohon tua tumbang ditepi jalan, haruskah aku disalahkan? 

Ketika seseorang mati karena bencana apakah keluar dari garis ketetapan? tentu tidak. Dan seperti itulah keseimbangan berjalan saat rotasi bumi terhadap matahari, siang berganti malam. Alam bukan hanya sekedar hanya atau sebatas sesuatu tapi tempat dimana kau berdiri dan diam bahkan berlari.

Hujan bukan sedikitpun kebencian atau justru kecintaan, semua ada dalam kaitan titik horizontal  bukan garis vertikal seperti segitiga sama sisi semua ada kaitan dalam porsinya. 

Lalu siapakah anak manusia yang membenci hujan saat kejasiannya kemudian berulang dan menelantarkan penalaran bahwa letak sebuah kesalahan adalah pemahaman dan pemikiran. Siapakah hujan atau apakah hujan?. Manusia dan manusia, sebab ataupun akibat yang aplikatif dan objektif dalam pemahaman. 

Keselarasan yang berupa harmoni adalah ketika seseorang hidup maka akan ada kematian begitu pula siang yang tak pernah bertemu malam.

No comments:

Post a Comment