Saturday, December 24, 2011

Kopi menggugat ; Menggugat kopi

Jika sebutir biji kopi saja bukan berarti apa-apa lalu kenapa ada aku diantara tumpukan-tumpukan itu. Memang semua adalah sebuah kesatuan walaupun bukan kami yang berpikir atau aku yang  berpikir terlepas dari gagasan terhadap kopi itu sendiri. 

Kami dan saya tak pernah berfilosofi dan melahirkan filosofi dari keberadaan dan kehadiran kami dan saya ditengah hiruk pikuk manusia, namun ada beberapa yang yang menunjukan pada kami dan saya bahwa filosofi itu sendiri memang hanya sebuah kajian dimana kita sering melupakan sisi dan banyak sisi dan merangkum kesimpulan yang tentu tidak semua orang setuju.

Jika kopi adalah keberadaan ilmu lalu kenapa ada diskriminasi rasa, sedangkan yang membedakan adalah sisi terdalam kami bahkan rasa pahitnya saja yang sebagian orangpun membencinya. Kopi apakah itu kebersamaan? disaat berbagai wacana terpaparkan sebagai ide dan pikir dari setiap elemen manusia, kenapa kemudian tersegmentasikan oleh golongan yang notabene dinding pemisahnya hanyalah uang yang ada di kantong.

Seburuk rupakah mereka yang menyeduh sendiri kopinya dengan yang menggunakan mesin super canggih kemudian cara menikmatinya pun disajikan dengan etika? Saat beberapa orang mampu menikmati kopi dengan kepulan asap dimulutnya kemudian para pecinta kopi lainnya membantah hal tersebut dapat merusak aroma kopi. Bukankah filosofi manusia bahwa kopi mempunyai aroma kopi yang khas dan dapat menetralisir bebauan?

Jika tersaji sebagai sebuah produk untuk konsumsi dimana kopi di hidangkan sebagai menu utama dan terpampang jelas bahwa kopi adalah pemersatu, dimana di setiap wadung kopi mereka bisa bercanda dan kemudian memberikan nilai filosofis bahwa inilah arti kebersamaan dalam sebuah kopi. Lalu kenapa menjadi masalah jika seorang pecinta kopi hanya bisa menikmati secangkir kopi dalam fase hidupnya? Merasa sepi terwakili oleh rasa pahit itu. 

Jika hitam pekat adalah simbolku kenapa kemudian kopi pun menjadi putih yang bukan pula adalah albino. Sudah jelas secara filosofis aku yang tahu dengan keberadaanku adalah kesendirian ditengah keramaian terlepas dari siapapun yang akan bicara dan apa yang dibicarakan, bukan saja pembicaraan warung kopi samping jalan akan sangat setara dengan intelektualitas pembicaraan di kafe yang menyediakan kopi olahan, walaupun essensinya tetap sama yakni berpikir, entah aku yang berpikir, kamu yang berpikir, kita yang berpikir atau kalian yang berpikir.

Lalu mengapa kalian saling meremehkan, entah apa yang mnjadi sunia kopi hanyalah minuman hitam pahit dengan segala filosofisnya dari manusia, tapi memang sudah sifat manusia bukan? untuk menafsir apa saja dan teori berpikir keberadaan dan penciptaan walaupun tak pernah selesai. Sebuah pisang saja bisa menjadi sebuah teori karena berpikir, jadi aku tidak leboh baik dari sampah yanh juga ada filosofinya. Sama saja bukan!!  

No comments:

Post a Comment