Friday, December 16, 2011

Antara Hitam dan Putih

Dalam beberapa langkah aku berhenti pada sebuah canvas putih yang terpajang di dinding  galeri yang tak kutahu siapa pelukisnya. Sebuah canvas putih tanpa bingkai yang bahkan tersamarkan apakah ini adalsh sebuah lukisan, aku tertegun bukan mencoba memahami lukisan tersebut tapi tertegun apa yang pelukis pikiran saat dia memajang canvas tersebut dengan judul 'kosong' itu. 

Aku pikir sebuah lukisan adalah makna tergambar dengan goresan cat ataupun tinta pada sebuah media seperti lukisan lain. Ku coba telusuri canvas itu setiap detailnya dari kiri menuju kanan dan dari atas ke bawah tapi tetap tidak kutemukan sedikitpun tinta ataupun noda pada kanvas tersebut. Aku berulang kali mencari pemahaman  pengaduan si pelukis,   aku pikir setiap aduan seni adalah bentuk pengaduan seseorang pada pena, atau media apapun, mungkin itu adalah kisah, cerita atau gagasan. Sejauh ini semakin aku paham entah kenapa kemudian aku merasa sedikit sunyi.

Aku bertanya pada bayanganku di ruang sunyi itu, karena ternyata lukisan itu terdapat pada satu ruangan khusus yang bercahayakan putih dan menyamarkan lukisan itu sendiri.  Lalu ku ulang pertanyaanku lukisan tersebut hakekatnya ekspresi yang bagaimana? tanyaku. 

Mungkinkah ini adalah sebuah pemahaman bentuk yang tertata justru untuk memisahkan penggambaran sepi dari titik hening terhadap beberapa warna yang justru menghadap dan hanya mengundang decak kagum pengunjung galeri tersebut.  Aku mengambil jarak pada lukisan tersebut dan berdiri pada pintu yang juga sepertinya khusus dibuat menyamarkan dinding sehingga terkesan tidak ada sedikitpun batasan garis pada ruangan tersebut. Canvas yang tidak bernyawa itu seolah mengartikan sedikit kejenuhan pada warna, sebuah ruangan perenungan  dan momen pengendapan cerita terhadap apa yang sudah dilalui bahkan setelah melewati beberapa lorong yang begitu penuh warna dan para kurator ataupun pendamping yang menjelaskan arti serta hakekat ekspresi sang pelukis. Ruangan ini terdapat di ujung lorong tentu saja tanpa ornamen ataupun ekspresi swhingga menunjukan kepucatan dan pertanyaan kenapa dan kenapa. 

Aku diam bukan tanpa kata saat ku dekati lukisan tersebut dan mulai kuraba bagian tepinya lalu menjelaskan arti sendiri terhadap hidup, sementara warna selain putih hanya ada pada diriku. Hitam kulitku dan pakaianku yang juga hitam seperti memberikan bahasan tersendiri antara pembeda dimana titik hitam adalah kekotoran jiwaku dalam ruangan yang serba putih itu.  

Kali ini aku tetap diam dan memperhatikan sekelilingku dimana terdapat cahaya putih yang juga tersamarkan oleh warnanya, hati aku berteriak pedih yang menjauhkan segala rutinitasku dan menelanjangi pikiranku dan bertanya siapakah aku?. Apa yang menjadi pembeda untuk dipahami dan di mengerti saat tangan hitamku menempel pada satu bagian lukisan itu kemudian berbekas telapak tanganku. 

Dimana letak kesadaranku?

Aku bahkan tak mampu bangun sejenak tertunduk seolah aku mati dan berada dalam dimensi yang berbeda yaitu dimensi manusia dengan segala kesombongan, kerakusan, kebencian dan pertarungan-pertarungan untuk menancapkan eksistensi dengan ekspresi penuh warna. Aku sendiri!

Hening dan sesak nafasku berjam-jam berada diruangan itu, sebuah hakekat ekspresi yang kini ku ketahui dalam implementasi perenungan diam dan sadar siapa yang menjadi warna atau noda terhadap nuansa yang sengaja di buat putih. 

Ruang paham dan ruang diam sekaligus mencetak ideologis akan warna hidup sekaligus ruang sadar terhadap eksistensi tanya. Siapa? apa? dimana? dan kenapa? 

No comments:

Post a Comment