Monday, December 26, 2011

Forklor

Bukan sebuah bahasan komunikasi atau ajaran menahun tentang bahasa atau ajaran budaya pada suatu tempat yang  menjadikan identitas wilayah ataupun ke-suku an dari manusia yang secara turun menurun dan tertampung dalam budaya atau komunitas-komunitas manusia. Pengelompokan adalah jelas  nama dari sebuah pihak dan bertindak mewakili kumpulan namun bukan korelasi manusia dan dirinya sendiri termasuk cara bahasa antara dia dan kepercayaannya.

Pada suatu waktu adalah tentu masa lalu yang melahirkan awal dari seni, yang juga seharusnya menjadi bagian dari ekspresi atau komunikasi. Lalu bagaimana manusia meng komunikasikan hati? apakah justru seni itulah bahasan yang mereka kemukakan dalam rangka mengungkapkan isi hati? 

Apa yang kemudian yang masuk dalam kategori seniman dan bukan? dan apa yang kemudian seseorang bisa masuk dalam ranah peng-komunikasian antar manusia terlepas itu sebuah kritik ataupun hanya untuk dinikmati oleh publik. Padahal bisa saja dia sedang berbohong sementara orang banyak sudah mengklaim bahwa itu adalah seni dan seni adalah ekspresi hati. Lalu apakah hati sang seniman adalah pembohong? apakah didalamnya ada faktor mata dalam fungsi untuk menilai sesuatu kemudian menancapkan sebuah label bahwa segala sesuatu dari hati adalah seni, entah itu puisi baik bohong atau tidak, entah itu nyanyian terlepas siapa yang menciptakan dan menjiwai, entah itu lukisan abstrak yang padahal sang seniman hanya menggoreskan tanda merah saja pada canvas putih kemudian menjadi seni yang maha dahsyat artinya. 

Mungkin sang nenek moyang masa lalu juga telah menetapkan bahwa sebagai budaya terlepas baik atau buruk maka itulah yang harus menjadi kebiasaan, sebagaimana kita harus percaya bahwa beberapa hal yang tabu kita lakukan adalah sebuah dosa besar yang tidak boleh kita lakukan karena akan berhubungan dengan hal-hal ghaib disekitar kita, klenik? pamali? budaya? adat? atau hanya sebagai bentuk komunikasi saja dari orang-orang terdahulu kepada orang-orang sekarang agar lebih mengingat eksistensi kita terhadap waktu.

Mungkin kita akan lupa ketika kita akan membuka hutan maka dibutuhkan ritual-ritual khusus yang sudah dipersiapkan orang jaman dulu yang kemudian orang sekarang tidak melakukan hal tersebut dan pada akhirnya terjadi bencana alam. Tentunya hal tersebut tidak ada salahnya secara positif bahkan mungkin itu adalah sebuah tanda keselarasan bagian alam yang seharusnya kita patuhi sebagai salah satu mahluk di muka bumi yang hidup berdampingan, bukan sebagai kuasa alam yang bebas melakukan apa saja terhadap alam.

Manusia bermain Tuhan, menilai, memutuskan kemudian bergerak seolah seorang khalifah dimuka bumi yang berkesewenangan untuk menindas sementara dalam tubuh kemanusiaan ini pula belum banyak yang kita ketahui. Secara struktur ataupun status sosial adalah sebagai contoh nyata, siapa yang menentukan tentunya manusia itu sendiri dan kemudian hal-hal lain yang pada akhirnya menjadikan manusia bangga atas naluri dan sifat dasar manusia yakni tidak pernah puas dan tidak akan puas. 

Terlepas dari sebuah seni yang terdefinisi sebagai ekspresi, sebuah cinta saja adalah ekspresi hati.  Lalu dari beberapa pertanyaan-pertanyaan atau kritik kita kepada manusia adakah jawaban yang bisa di terima jika manusia itu sendiri mencari jawaban menurut versinya sendiri sehingga kebutaan-kebutaan akan ketidak tahuan adalah hanya pemahaman wacana saja dan pada akhirnya kita sedikit mengambil inti sarinya dan menyimpulkannya sendiri seperti hakekat pertanyaan analisa yang harus dijawab tidak secara tepat tapi mempunyai tujuan yang sama.

Apakah sudah cukup mengenal diri sendiri terlepas dari siapa yang melahirkan, yang berwacana tentang waktu kemudian forklore itu sendiri dalam komunitas manusia baik bahasa atau secara implisit adalah anda sendiri dalam kotak anda sendiri yang berujung pada teori penciptaan alam semesta raya ini?

No comments:

Post a Comment