Wednesday, December 28, 2011

Kopi dan hujan dalam versi lain

Secangkir kopi yang kau buat itu sudah semakin dingin sementara aku tak bisa meminumnya, aku masih terdampar dalam hujan yang kemudian mengharuskan aku menari sampai jam 3 sore ini. Aku tahu bentuk kopi yang kau sajikan adalah kisah lalu tapi aku senang dengan itu.

Pukul 5 pagi tadi aku masih terlelap  saat panggilan masuk kedalam teleponku tanpa nama dan tanpa suara, entahlah dan aku pikir siapapun itu tentulah ia tidak hanya sekedar memanggilku kemudian diam. 

Semalam tadi aku bermimpi terbang dimana aku bisa mengatur berapa tinggi aku bisa melompat dan melihatmu dari kejauhan tempatku terbang. Tapi tentunya aku tak bisa melihatnya karena kau sendiri tak pernah ada, lalu ku datangi peron tempat kereta api berhenti, aku tanya petugas berseragam biru itu dan katanya satu jam lagi kereta yang ku maksud akan tiba. 

Seperti satu jam lainnya  tetap aku menunggu dan mencoba terbang dengan mengangkat kedua kakiku, namun aku tidak lagi dapag terbang tinggi. Gravitasi menahanku dan mengharuskan aku menunggu pada bangku kosong yang ternyata kereta api yang kutunggu ternyata tidak pernah datang.

Aku mencoba berjalan kaki saat tak sadar aku terjatuh dan turun hujan, jatuh disini tentunya juga bukan jatuh cinta karena cinta sudah menjadi kotoran yang kucerna saat sarapan tadi. Cinta kutemukan didalam lemari es yang seperti sudah ada disana entah berapa lama bahkan saat aku hendak menyantapnya aku perlu beberapa kali proses penggorengan hingga akhrnya permukaan bekunya mencair dan bisa kusantap.

Hujan sudah tapi belum habis, sementara badanku sudah basah kuyup. Aku tidak membawa baju ganti karena waktu yang sejam pikirku hanyalah waktu dan tentunya akan sama saja dengan hari-hari kemarin. 

Lebih dari lima tahun cahaya yang setara dengan 50 menit menurut teori perhitunganku aku berada dalam hujan, padahal aku tak bisa berenang saat dihadapanku yang tidak hujan ada secangkir kopi buatanmu. Katamu tempo hari itu adalah kopi cinta, walau aku tak pernah tahu rasanya karena kulihat kau selalu menggerutu saat kuminta kau membuatkanku kopi pahit seleraku.

Aku tak bisa menggambilnya, padahal dingin sudah menutupi pori-poriku. Sudah satu jam dalam versi yang lain aku tak bergerak memandang kopi itu hingga akhirnya dingin. Aku beku apakah karena sarapan cintaku tadi pagi beberapa jam yang lalu sementara aku harus disini 30 menit lagi sampai jam 3 sore. 

Aku sedang berpikir kalau saja tidak ada hujan, tapi aku sendiri berpikir kenapa ada kopi dan sarapan ku cerna tadi kenapa harus makanan beku.

No comments:

Post a Comment