Tuesday, February 14, 2012

Pagi #5

Aku masih belum bisa tidur malam itu, udara dingin malam semakin kelam menyelimuti alam dan aku tengah berada dalam surga kecilku, aku sedikit sekali bisa tertawa karena saat itu aku tahu bahwa ini adalah sebuah cara yang kulakukan dan aku tidak sedikitpun terluka. Gelak tawa yang seharusnya ada sejak dulu walaupun kita sendiri tidak memungkiri kenyataan bahwa semua manusia pernah hidup dalam kesedihan. Kadang terdengar pula suara mengejek ataupun bahkan suara yang melengkingkan kebebasan berpendapat dan semua hal yang sebenarnya adalah sebuah kurungan yang membelenggu kedua bola mata ini untuk menatap kebelakang. Itulah surgaku, sahabat-sahabatku yang terpenting adalah mereka saudaraku, jiwa yang sekaligus terkadang menjadi semangat hidupku ketika rasa cinta itu ada dan tiada. 

Aku sendiri ingin selalu berada dalam lingkaran surga kecil ini tapi itu semua hanya datang tak pernah lama, sesaat dan kemudian pergi lagi saat aku harus selalu berada didekatmu dan menemani harimu. Aku berpikir bahwa setelah sekian lama aku meniti hidup dengan penuh daya dan upaya untuk menemukan akhir dari semua itu, segala kesedihan dan rasa perih yang kudapat dari pikiran dan keadaanku kini tak ada lagi, aku menjadi orang yang paling berbahagia didunia ini, aku mempunyai sosok pendamping yang begitu cukup sempurna dimataku dan lingkungan sahabat-sahabat sejatiku yang mengiringi perjalanan hidupku, semua seolah telah teratur begitu rapi dan sejalan ketika aku harus menjalani hari-hariku dengan penuh kesenangan dan kegembiraan. 

Hari demi hari kulewati bersamamu, seolah bahwa kita adalah pasangan yang begitu sempurna dimata orang-orang yang memandang kita bahkan tak sedikit orang iri melihat kita berdua, namun terkadang ada satu ketika setan yang bernama ego yang meluluh lantahkan perasaan-perasaan itu saat badai mulai datang satu demi satu, entah itu satu kesalahan yang dibuat olehku ataupun semua kesalahan yang ada. Aku mulai menyadari bahwa kita adalah dua pribadi yang sama sekali berbeda alam dimana aku hanyalah seorang pesakitan yang diam yang terus bergerak menapaki dunia didunia bawah sedangkan kau adalah seorang yang hampir menjadi dewi didunia atas yang dapat dengan mudah kau kuasai. Sedikit demi sedikit langkahku mulai tak mampu lagi menunjukan essensiku pada dirimu sebagai seseorang yang mempunyai hubungan emosional denganmu namun aku sendiri berusaha menutupi cacat itu, masalah waktu, masalah finansial dan lain sebagainya sehingga aku betul-betul terjerumus dalam sebuah lingkaran cinta dimana segala sesuatu yang kulakukan tak lagi memikirkan bagi diriku sendiri, semuanya demi dirimu. Dan satu hal yang paling ironis ketika aku mengetahui bahwa semua itu salah dan semua terasa lebih ganjil. Aku sendiri tidak mengharapkan ini semua namun dari dalam lubuk hatiku aku merasa bahwa aku telah menemukan cinta yang sebenar-benarnya dan tentu ingin aku bawa sampai pada tingkat pernikahan kelak. 

Bulan demi bulan sudah aku lewati, aku mungkin terlalu lelah untuk mencari kehidupan lagi atau bahkan mungkin rasa cinta ini sudah terlalu dalam sehingga aku merasa takut untuk kehilangan dia. Dan dengan dasar itu pula aku mulai membentuk suatu pertahanan yang memang ingin aku rubah pada diriku sendiri bahwa kini aku mempunyai cinta sejati dan calon pendamping hidupku kelak walaupun dikembalikan pada faktor ada jodoh atau tidak, aku tetap berusaha meyakininya dengan segala usaha pemenuhan keinginannya, aku sering banyak mengalah dan terkadang juga karena kekalahanku aku mendapatkan sebuah bentuk hinaan yang terkadang membuatku merasa sangat rendah dihadapannya. 

Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku, aku sudah mulai berubah, aku seolah menjadi manusia yang tidak hidup pada alamnya, aku mulai dipenuhi dengan pikiran dan mulai kembali lagi pada kesedihan-kesedihan yang pernah kualami dulu dan kesendirian yang terus menerus menghantui diriku, aku tak pernah punya waktu bagi diriku sendiri, bahkan surga-surga kecil yang kubangun pun berangsur hilang dan menjauh, kini yang tersisa hanya teman-teman sejatiku yaitu kesendirian dan keheningan, batang demi batang rokok, tegukan air yang terkadang menyesakan isi kerongkonganku ataupun hembusan nafas panjang yang mengiringiku menuju ketenangan. 

Namun dari semua itu aku telah menjadi satu bagian dari keluargamu dan telah menjadi satu mata rantai yang tak bisa kulepas begitu saja sehingga aku harus bertahan degan segala prinsip yang kupegang, dan aku memang masih mencintaimu. Walaupun segala perih dan luka ini makun membekas semua bisa kutepiskan dengan semua keyakinan yang telah kutanamkan pada awal kita bertemu dan menjalin semua untaian perjalanan hidupku denganmu. 

Ini bukan sebuah kemarahan ataupun sesuatu yang meminta belas kasihan dan meminta seseorang untuk memungutnya, ini hanya sebuah gambar hidup tentang kekebalan dimana orang tidak memilih untuk tidak menjadi apa-apa. Dengan ini semua aku membangun sebuah benteng kokoh supaya aku sendiri tidak bisa terbang ke dunia lain karena aku tahu aku hanyalah seorang aku dan sedang dalam perjalanan mencari sosok yang benar-benar mengerti kesedihanku bukan belas kasihan atau peduli dengan masa laluku, sosok yang benar-benar mengerti bahwa semua ini adalah kebahagiaan yang sesaat, sebuah kepercayaan yang tidak ada habisnya dan saling menerima. 

Kamu boleh menertawakan aku ketika aku akan berkata bahwa sifat dasar manusia tak lebih dari hanya sebuah kesedihan, tapi itulah kenyataannya bahwa kau harus menerimaku karena aku akan berbuat yang sama pula dengan apa yang hendak kamu lakukan, itulah “cinta”, percaya atau tidak. 

Tapi apapun yang terjadi aku telah masuk kedalam dunia ini dan aku sedikitpun takkan menyia-nyiakan sedikit waktuku untuk hal-hal yang malah menggangguku, aku akan diam untukmu dan aku akan mendengarkanmu. 

Aku cinta kamu, aku menjadi bagian keluargamu namun satu dan banyak hal yang kuterima sebagai pendorong semangat dan menjadi bara yang menyakitkan sekaligus memprihatinkan buatku dan keluargaku, aku benci diriku sendiri ketika aku mulai berbicara tentang cinta dan kehidupan karena aku tak bisa menunjukan pada dunia bahwa inilah essensiku hidup didunia atas yang sesuai dengan inginmu. Tapi pada saat itu aku tetap berpegang pada keyakinanku bahwa kaulah satu dari sekian banyak hal yang telah kucari sampai ujung dunia ini dan akan kujaga kau seperti bidadari penyemat kegelisahan dan pembawa kesendirian bagiku yang tetap kupertahankan untuk melihat isi sebenarnya dalam hatiku. 

Kegelisahan yang kualami semakin hari semakin menggila ketika hasratmu akan dunia ini bertambah besar dan mulai kau agungkan materi yang aku tahu bahwa aku belum bisa mencapai tingkatan yang menurut kamu mampu. Badai yang telah tercipta semakin besar dan menyapu jiwa dan apa yang telah menjadi pertanyaanku selama ini, tentang cintamu.. aku tak pernah tahu ketulusan hatimu, dan yang menjadi kemarahanku adalah aku tetap mempertahankan cinta yang kuanggap sebagai cinta sejati yang tak pernah kualami sebelumnya. Aku memang rendah dan berbeda dengan keberadaanmu, dimana aku akan selalu menjadi tempat untuk berpijak, selalu menjadi hal-hal yang tak pernah ada dan diakui keberadaannya, tapi aku berjalan bukan tanpa tujuan dan langkahku yang tak pasti menerjang mengejar sesuatu walaupun itu hanya keyakinan. 

Tiga tahun lebih sudah perjalananku bersama dirimu meniti hidup yang hampir sempurna bagi diriku, dan kini tinggal sebuah omong kosong belaka, kau pergi meninggalkanku tanpa kau sadari kau meninggalkan luka yang begitu dalam padaku, luka yang aku tak tahu kapan aku bisa sembuh. 

Dan sekali lagi benar hujan turun lagi menghujamku dengan ingatan-ingatan masa di mana banyak perjalanan kita telah habiskan yang dari awal aku berusaha membangunnya dengan jerih payah usaha yang tak pernah sedikitpun berharga, aku merasa bahwa aku cukup tahu kamu, kamu selalu sendiri dan terdiam dan terkadang memaksakan diri untuk kekeh tawa yang memecah kesunyian dalam proses mempererat jaringan lingkaranmu, tapi itu tak sedikitpun bisa dibohongi bahwa kau sendiri menyimpan luka yang hanya sebahagian orang mengerti apa maumu dan mengerti hidupmu.

No comments:

Post a Comment