Tuesday, February 14, 2012

Pagi #1

Aku melangkah berat keluar dari garis lingkaran yang selama ini mengurungku dalam kesedihan, ruangan yang lembab yang sudah penuh terisi dengan banyak pikiran dan gagasan atau bahkan impian-impian semu yang hanya terhias sesaat dan menorehkan kekecewaan pada akhirnya, angin pagi berhembus menghantam tubuhku dan yang menikam sumsum tulangku sejenak menyadarkan bahwa aku masih hidup dan masih bisa merasakan indahnya alam ini, kulihat keatas awan mendungpun berderet rapi menutupi bumi ini seperti sedang mempersiapkan beribu-ribu serangan kepada bumi. 

“Lihatlah aku !!”, 

betapa mengecewakan dan menyedihan dalam kemalasan dan kondisi fisik yang tak tergambar olehku, satu langkah aku tapakkan kedepan untuk bisa melihat deretan-deretan awan dan daun-daun yang berterbangan di depan rumahku, gemuruh petir dan kilatan yang menyambar kesana kemari seakan menelanjangi nyali dan menyelimuti jiwa ketakutanku dengan perasaan hina dan tanpa arah, sejenak berkata, 

“Seandainya engkau hanya sebuah bayangan yang menampakan wajah siang hari dan kemudian tenggelam malam hari, maka aku akan turut serta dalam lingkaran waktu yang menerbitkan dan menenggelamkanmu”. 

Aku terpaku diam melihat kelamnya pagi dan hujan yang mulai turun dengan begitu lebatnya dan tampak olehku sesuatu hal yang memang agak-agak berbeda dari hari-hari sebelumnya, sesuatu bayangan yang tampak didepan mataku seolah menertawakan keadaanku yang tak lain kini hanya sebuah jiwa tanpa raga dan bersemayam dalam buaian kegelapan alam kesedihan. Angin dingin dan gelegar petir yang bersahutan ini seolah berusaha mengembalikan aku pada kehidupan yang aku sendiri tak pernah bisa sadar ada ataupun tidak ada essensi manusia diriku yang hanya sebagai seorang manusia, yaitu manusia yang penuh dengan kesedihan dan mempunyai sedikit kebahagian untuk dibagi-bagikan kepada alam ini. 

Kenapa aku bisa berubah seperti sekarang ini sehingga masa-masa ini hidupku hanya terisi oleh buaian angin-angin segar yang mengingatkanku pada seseorang yang pernah ada dalam hidupku dan menyediakan mimpi-mimpi yang begitu indah tanpa harus teringat bahwa aku hanya manusia yang berperan sebagai manusia didalam lingkungan manusia yang mencoba menunjukan esensinya sebagai seorang yang benar-benar manusia. Seandainya aku boleh mempertanyakan hal ini maka aku mungkin patut dan layak mempertanyakan semua ini, dengan kesempatan yang telah diberikan kepadaku untuk menemukan surga-surga atau “cinta” kecil yang dapat menjernihkan kebekuan otakku saat ini dan meniupkan aroma-aroma kemenangan walaupun hanya untuk beberapa saat saja untuk akhirnya kembali diam membisu dalam penyesalan, tapi bukankah itu manusiawi, atau memang ego ku sudah sampai pada level yang tidak sedikitpun tergoyahkan oleh deru jaman yang perputarannya semakin cepat dan bersiap menggilas apa saja yang ada dihadapannya, melindas orang-orang seperti aku ini yang tidak mempunyai pegangan dan cenderung untuk jatuh hanya karena oleh perasaan sakit hati.

Pagi ini turun hujan, mencoba habiskan kesendirianku setelah beberapa hari kemarin kualami satu perpisahan yang begitu mempengaruhi jiwaku dan membuat pikiranku sedikit tidak beraturan, aku mencoba melihat dan menelusuri bayang masa lalu dan apa yang telah terjadi pada diriku yang setelah sekian lama aku meniti hidup ini dan pernah menganggap bahwa aku telah menemukan sebuah titik rasa dan merupakan akhir dari pencarian hidupku “cinta”, terkadang pula aku berpikiran bahwa inilah akhir dari masa kelamku yang kemudian tinggal garis kenyataan yang menjawab bahwa itu semua adalah sebuah kebenaran atau hanya sebuah omong kosong dan kebohongan. Depresi yang kualami mungkin langkah awal hidupku yang benar-benar harus diawali dengan merasakan kehilangan cinta itu sendiri, setiap tetesan hujan yang turun membasahi bumi ini adalah saksi dari tiap kesedihanku baik mental maupun jiwa dan aku tidak mau berbohong lagi pada diriku sendiri bahwa cinta ini masih ada dan timbul karena perbedaan-perbedaan yang memungkinkan aku untuk terus bergerak maju, namun kini aku tak tahu lagi kepada siapa lagi aku bisa berpegang dan kutanamkan harapan ini sebagai penghibur dan pengobat luka hati karena sebelumnya telah kubenamkan dalam-dalam cinta ini pada sebuah cerita atau bahkan derita masa lalu.

Awan gelap masih menyelimuti seluruh asa dan khayalku, mencabik-cabik hati dan jiwa dengan gemuruh dentuman hantaman air hujan di permukaan tanah yang aku mencoba menyelaminya lebih dalam, kupandangi beberapa lama untuk menyadarkan aku bahwa hati dan jiwa ini telah lama mati oleh karena kesalahanku bahkan hari ini, alampun seolah membuat jarak bagi diriku dengan kehidupanku, bayang-bayang sang fajar yang enggan menampakan celotehnyapun terkekeh riang seakan melepaskan kepedihan dengan membantingkan berbagai asap hitam dan gemuruh petir yang menyambar kian kemari. Dan aku masih berdiri disini diluar teras kamarku menatap hampa ditemani bayangan kelam masa lalu yang membuatku hampir jatuh terbaring dan terinjak beberapa kali. 

Hei….Aku baru terbangun dari tidurku saat bola mata ini tersadar aku masih dalam kondisi yang mengecewakan, lalu kuratapi sekelilingku, yang ada hanya lembaran demi lembaran kosong yang setia menungguku, menunggu cerita-cerita sedih, derita akan kebencian pada diriku.

Dan memang benar hujan telah turun begitu deras dan saat aku keluar dan mencoba menghirup aroma kebebasanku dari tembok-tembok yang memagariku dan satu keadaan yang membelenggu jiwa serta perasaanku selama ini, gemericik air begitu keras terdengar seperti dentuman meriam yang memecahkan genderang telingaku, gemuruh kilat yang menyambar menyerukan kemarahan seolah tak menerima keadaanku yang telah jatuh dan terpuruk tanpa aku bisa berbuat apa-apa.

Roda jaman begitu cepat berlalu, jikalau aku adalah seorang pelangi maka dengan mudah aku datang dan kemudian disingkirkan oleh siraman cahaya matahari yang kini sedikit demi sedikit mulai menembus batasan awan hitam yang sebentar lagi pudar, dan haripun cepat berganti tetesan hujan yang dari tadi tak henti-hentinya mengeluarkan emosi dan memuntahkan tangisan sepi kini hilang dan dengan sekejap menjadi sangat begitu indah, alam ini seolah bahagia seakan berkata,

“aku tak akan menangis lagi!”,

laksana waktu yang kian berputar akupun tak bisa membendung hari ini dan haripun begitu cepat berubah-rubah muka, burung-burung yang ketakutan kembali mendapatkan keberanian untuk bernyanyi menyambut hari yang penuh kebahagiaan, seolah mereka tidak pernah mengeluh dengan datangnya hujan dan gelap yang menyelimuti hari. Hari ini pagi yang mendung dan hujan, siang yang panas, sore yang cerah bercahaya dan malam yang kelam. Akan tetapi cinta yang pernah kurasakan itu kembali datang lagi pada pertengahan hari setelah kupikirkan bahwa hari ini adalah akhir dari kepedihanku dan kekelamanku setelah kupikir aku bisa terlepas dari belenggu cinta yang mengurungku pada kesendirian dan tidak mempunyai sesuatu yang bisa kupersembahkan lagi karena cinta itu hanya tinggal aku sendiri yang terus menerus bertarung dengan emosi dan pikiranku, yaitu saat fajar mulai merangkak menuju ubun-ubunku, menembus kedinginan batin dan menghangatkan gelora yang hanya sekejap menyinggapi perasaan sepi yang kini berganti dengan kepedihan, ya…. Aku menangis lagi, di depan teras beranda rumah yang kian terus membuat jarak semakin jauh antara hati dan perasaan damai yang sejenak tadi hinggap di kepalaku, semakin keras aku meronta menunjukan kepedihanku semakin cerah juga hari ini saat angin dingin berganti menjadi angin segar dengan pemandangan yang sangat-sangat hampir sempurna, tapi tak sedikitpun aku berusaha peduli karena aku sedang bergelut dengan tangisanku, tangisan laraku kehilangan sesuatu yang aku sendiri tak pernah mengerti apa itu. Apakah itu kau….?? Yang pernah hadir menemani hari-hariku ataukah kau….?? Yang telah menjadi tumpuan hatiku pada saat tertentu?? Aku tak bisa melupakanmu.

Sakit dan perih serta berbagai penyesalan aku rasakan, terhuyung aku merasakan rasa getir di kepalaku, ingin aku berteriak mengakhiri hari ini namun terhadang oleh pasukan jaman yang menuntut aku untuk tetap menderita dan merasakan kesedihan, ingin aku menangis lagi, tapi mata ini sudah kering kehabisan air mata.

Aku menatap hampa, merenungi keberadaan aku disini dan terpaku pada masa-masa dimana aku bisa terbang dan merasakan kebahagiaan yang sesaat.

Aku ingin hidup, aku ingin bertahan walaupun dengan berjuta-juta kayu lapuk yang menindihku, tapi aku tak mau di bawa kedunia dimana aku merasa bukan manusia lagi, aku ingin terkadang merasa sedih atau bahkan sesekali merasakan kebahagiaan walaupun hanya sebesar jari kelingking.

Tuhan, akankah rasa berduka ini akan terus berlanjut dan pelan-pelan menggerogoti kesadaranku bahwa aku adalah manusia yang berbeda, dalam hidup, dalam cinta atau bahkan aku adalah orang yang dikucilkan oleh hari, hari yang dimulai saat pagi dan diakhiri oleh sang malam.

Ternyata waktu begitu saja mudah terbaca dari awal hingga akhiran. Disebutkan saja pada pagi sesempurna kemarin ketika aku mulai hidup dan bangun dari transisi ketiduranku yang kemudian menggerogoti masa tidurku dan meninggalkan mata yang bengkak karena tidak bisa tertidur, entah saat hilang wajahmu atau justru pada saat mengingat kesedihan masa lalu yang menghantui kemudian menjadikannya bantal ditudurku yang tidak pernah kutahu kapan akan bangkit dan perjalanan yang sekian lama menjadi minuman yang isinya hanya kesedihan dan kesedihan saja yang membutakan atau bahkan membunuh tawaku dalam hening.

Kau datang pagi itu membiru dan menyematkanku sebagai sebuah tragedy yang ada dalam hidupmu. Hampir saja menyentuh batasan transisiku saat ku tunggu hujan pagi ini setelah kau begitu saja lari dalam beberapa tahun dan entah kenapa kau mengerak dalam kepalaku juga hatiku, seharusnya ini jadi transisi yang sempurna setelah hujan dan pagi yang membutakan silaunya merubah siang yang membuatku bergerak dan kemudian bergerak.

No comments:

Post a Comment