Friday, September 16, 2011

Suara parau

Situ Cileunca, Pangalengan - Bandung Selatan
Dalam memandang cakrawala aku meretas malam seperti hanyutnya siang tertimpa senja yang bersuara garang, entah apakah suara rindu yang membahana seperti seorang Dursasana* yang melempar Kiai barla** saat harus mati dalam perang bratayuda oleh Bima/Werkudara*** dengan keadaan mati yang sangat menyedihkan. 

Ternyata cahaya sendu saja tak pernah mengikat luka hati seperti tertoreh mata hati yang senjakala kau sebut surya yang tenggelam berganti rembulan terang. 

Biar hari ini tanpa harus ada embun yang sejuk memandikan kala mengganti harapan mencinta dengan kebencian yang telah terjadi dibatas cakrawala harapan.

Adakah kau disana mencari cerita melalui malam seperti telah mati mengharamkan darah yang kutorehkan untuk mendapatkan hati yang telah beku di dasar atlantik dan terkubur kepingan es antartika. 

Aku hanya Diam Kawan, saat Gada Rujakpala sang Bima menghantam kepala Dursasana.

Lalu kemanakah arah cerita nya? atau hanya sebuah teriakan sakit dari mata atau hati?


*) Tokoh pewayangan yang merupakan raja negara Astina
**) Keris pusaka milik Dursasana
***) Salah satu tokoh Pandawa Lima

No comments:

Post a Comment