Thursday, September 29, 2011

Melodia

Sejalan dengan panjang cerita yang menghanguskan padang karang seperti hujan yang mengikis batuan di ranah mimpi yang sebenarnya tak pernah ada di hadirnya mata. Apakah itu hati yang melihat atau hanya mata yang sebetulnya dititipkan sehingga objektifitas hanya sebuah cerita pendek seperti maaf yang terucap namun kelam dalam hati. Bukan dendam kawan atau sang pembawa berita, mereka hanya berkesempatan menghina tanpa tahu hati.

Kaki yang kau gunakan melangkah hanya sebatas saat kau mengangkatkan kaki lalu kemudian jatuh tersungkur karena kau tak pernah bicara, sedangkan dunia ini tak sedikitpun mengharapkan cerita melainkan tangan kau yang bekerja dan kaki yang kau langkahkan semasa umur yang melekat diharapan. Lalu jangan dulu bicara cinta, mereka hanya kosong yang terdengar seperti angin. Dia selalu ada namun tak pernah terlihat, sementara kau tetap mengharapkannya.

Apakah itu hanya mimpi?

Tidak semu kawan, mereka semua enggan bermimpi untuk mencibirmu karena mereka semua telah mati tersesat di jaman para pencinta dan terjebak di bawah ketiak masa lalu. Dan aku mati rasa terkadang kawan tanpa harus menceritakan siapa aku atau hidup yang tak terbesit sedikitpun bertanya.

Jika waktu mengharuskan aku bangun malam ini biarkan itu menjadi tanpa rasa setelah hujan berkepanjangan dan melukis terang dalam sanubari hati. Lalu akan berteriak kah aku? bahwa aku seorang manusia yang terletak diantara dua dunia dan bertempur dengan perasaan manusia yang cuma ingin berteriak hampa sementara dia tak pernah sedikitpun merasakan sakit lalu kemudian mati?.

Lalu cerita seperti apa yang harus aku gambarkan sebagai mata dan rasa yang tak sempat terlukis saat kanvas yang tercoret oleh ku sendiri semasa aku menjadi pelukis tanpa rasa.

Entahlah... aku tak ingin tahu.

No comments:

Post a Comment