Wednesday, November 26, 2014

Hujan dalam Dialog menunggu

"Mungkin saja jiwanya lelah, maka biarkan saja ia terdialog dengan asa nya hingga ia tahu bagaimana rasanya penantian sebuah rindu", nyaring bebatuan melantunkan senandung menunggu hujan. Kering bukan saja karena musim kemarau yang berkepanjangan melainkan karena dahaga yang tak pernah berhenti untuk terpuaskan, satu tetes hujan saat ini takkan mencukupi dahaga berikutnya bahkan jika terjadi hujan selama satu minggu, maka takkan cukup memuaskan dahaga pada minggu berikutnya.

"Oh, hujan.... jadikanlah panembah wangi bagi kalbu yang diam dan kemudian datang, basahi dan tenggelamkan aku dalam nuranimu lalu menyadarkan keberadaanku yang sekarang aku lupa". Dan kian terisak tangis memenuhi gelora malam yang tak berkesudahan, pagi sepertinya enggan datang mengganti hari sementara langit masih digelayuti mendung tanpa tanda akan hujan. "Adakah aku salah? berdiri dengan diam karena tidak bisa berbicara atau bersuara namun hanya hatiku saja yang merapalkan seuntai kata do'a menanti kedatanganmu?". Langit tidaklah goyah pada dialog sedih atau hanya asa yang terpendam, permintaan diam dan meminta dalam diam adalah dua kalimat yang berbeda. Waktu siapakah dan dimanakah akan menjadi tahu bahwa hujan sesungguhnya telah datang saat batu sedang tertidur diam dan bersemedi dalam dialog hatinya.

Hari ini akan berbeda dari harapan yang pernah hadir walaupun tanpa rasa takut dan semoga semakin besar kekuatan harapan itu. "Angin, adakah kau bernyanyi malam ini? biarkan aku diam dalam dialogku dan bernyanyi saat aku menginginkannya dan bersuara saat aku memuntahkannya? bisakah?". Sejuta tanya telah bersarang di atas pohon tempat angin bersenandung sebelumnya, hujan jangan pernah tanya ataupun bersetubuh dengan kalimat yang pernah terucap pada bebatuan yang hanyut di sungai harapan dan terbawa menuju laut akibat hujan deras yang turun bertahun-tahun yang lalu. 

Tiada kalimat yang memadukan hujan dengan harapan, baca dengan hati dan lihat dengan  pelupuk mata sang waktu, apakah pelangi timbul saat malam hari atau tidak? "Tidak! Aku selalu menunggu hujan dan bukan pelangi, entah pada berapa warna yang akan timbul atau justru hanya kabut putih yang menyelimuti kesepakatan antara hujan dan matahari? Ah, aku tak bisa tafsirkan! Aku bukan manusia dan hanya sebatas batu yang terkikis oleh waktu dan tergerus hujan." 

"Aku akan bernyanyi untukmu wahai bebatuan yang diam!" Sang hujan menimpali dan kemudian turut duduk di samping sungai yang tak kunjung menghanyutkannya. "Jadilah aku berbicara, dan jadilah aku sebuah dialog yang tak kunjung kau suarakan, jadilah aku sebuah kalimat tanpa dosa mesti harus bersetubuh dengan waktu, aku akan selalu bisa walaupun harus tanpa pelangi dan walaupun tanpa pagi yang datang atau entah kapan akan datang." Sang batuan kemudian menangis berbahagia, diam tanpa rasa dan besuara tanpa kata.


No comments:

Post a Comment