I
Perlintasan hujan menepi di sebuah halte perempatan yang disebut melintasi waktu
saat itu suara bass menari dengan ego namun mempunyai ritme
tanpa kesedihan atau kebahagiaan, berdegup kencang berirama namun tanpa mendayu
pelan nada minor terketuk di ujung tanpa resah dan terpejam mengalir
air hujan, dan segelas kopi seperti candu ditengah para mata
II
mereka diam, datar tanpa suara dan jari menari diatas piano usang namun merdu
jiwa terisi ketenangan di kedalaman samudera tanpa riak gelombang
dan waktu terus berdetak pelan serta nyata
laksana kilat ekspresi yang timbul adalah realita namun bukan pahit
cibiran atau deras air sungai wajah yang terlukis sejenak hilang
III
sekali lagi mereka mati tanpa ego dalam menikmati hidup
tidak sekali lagi mempertanyakan hidup atau cinta seperti sebelumnya
atmosfir biru berubah menjadi pelangi tanpa embun air hujan
seperti air mereka mengalir dari tempat tinggi menuju lautan
namun mereka berkelahi dengan riak dan erosi daratan
ternyata mereka bergerak maju mengikuti naluri
IV
hari ini harus kubawa kuas dengan tinta putih
beradu dengan gelap malam hingga timbul sebuah nada
nada minor atau major bukanlah persoalan antara aku atau mereka
hanya sebuah keberanian dalam inspirasi atau mimpi
tanpa rasa takut dan konsekuensi tanpa tanda tanya
melangkah dengan alas kaki
mendengar dengan nurani
berbicara atas realita tanpa ego
atau merasakan hidup sekali lagi tanpa bertanya hidup bahkan cinta
V
dan
kembali pada seterusnya
hidup...
No comments:
Post a Comment