Kopi, jika boleh aku bertanya. Kenapa kebekuan selalu identik dengan dingin atau sama dengan persamaan satu tambah satu adalah dua, lalu kenapa dalam kata benar ada kemudian pembenaran, harus kah aku bubuhkan tanda tanya sebagai noktah perubahan akan hak atau bahasa tanpa tanya apapun persamaannya baik itu secara nilai bagi manusia dalam mengukur hati ataupun logika yang kadang mati. Apakah sebesar kesalahan kenapa bernama atau kepada siapa hati bertaut atau justru harus diam sebenarnya ia tak mampu berbahasa verbal.
Pada malam ini aku tak hisa menulis dengan jari hanya kuas yang membentuk bola dan lingkaran majemuk tanpa putus saat nilai sebuah ruang bukan lagi kehampaan melainkan kebanyakan harapan yang tidak hisa diperoleh kemudian berubah menjadi hujatan dan kebencian sementara diri menjadi benar dan orang lain menjadi salah, apakah juga ada tanda baca secara verbal tanpa tekanan nada ataupun irama bahkan sinkopasi yang berurutan namun bukan nyanyian melainkan tarian semu yang pudar saat ia tak nampak tenggelam.
Siapa yang lebih banyak tahu atau berhak terlepas dari sisi humanis yang merasa benar secara perasaan maka akan menganggap semua henar pada versinya sendiri yang kemudian membenci lingkungan dia berdiri tanpa sadar sebuah penjara terbangun dengan sendirinya, bukan dalam bahasa melainkan kurungan hati yang gelap dan penuh kedengkian.
Tidak ada yang benar!
Bolehkah aku minta sedikit rasa pahitmu di cangkir yang sudah beku tanpa kau tuang padaku atau rasa yang ada di dalamnya, aku mengambil hakku secara persuasif pada dialog antara aku dan ke-akuanku menentukan siapa yang aku pilih tanpa pandang siapa aku cuma aku sudah cukup menertawakan diriku di cermin pagi ini dan nampak hanya sosok ketakutan saja.
Jika irama atau diam pada sebuah tidur, biarkan aku bermimpi saja terlepas dari kesadaran atau paham surealis yang mungkin akan menjauhkan dari realita, tapi setidaknya kau bisa kenal siapa kau dan aku kenal siapa aku pada masanya.
Aku punya kotak yang kusebut kubik dan didalam terdapat delapan sudut yang aku bisa liat jelas lekuknya sementara untuk merasakannya aku hanya hisa berimajinasi bahkan kadang mengundangku berargumentasi jika aku berada disudut itu seberapa kecil aku dan seberapa luas pandangku, sementara dari titik tengah itu aku hanya bisa menatap empat kotak saja dan itupun tak bisa merata setiap titiknya, aku harus menoleh untuk sisi lain jadi seberapa sempit aku memandang sisi-sisi tersebut.
Bisa kah kau datang perlahan, memerah kemudian kering dan beraroma semangat seperti pagi kemarin saat aku lupa bahwa aku tidak memakan manis gula serta lebih sadar pahitnya, aku tidak bermetafora.
Aku percaya cermin yang sedang kulihat itu merefleksikan suatu bentuk yang walau samar aku tahu aromanya, walaupun aku tidak tahu harga cermin yang merefleksikan bayanganku sendiri atau berpikir bagaimana manusia menemukan cermin bahkan paham untuk apa sebenarnya diciptakan cermin atau kenapa harus bernama cermin.
Tertawa adalah bentuk energi, kenyataannya aku berdiri dan tertawa saat sadar aku berbicara pada secangkir kopi yang tak pernah kuminum atau kutuangkan air panas kedalamnya. Jika boleh, aku ingin memakannya bulat-bulat walaupun bentuknya sudah tidak bulat, bukan karena peribahasa atau wacana seperti apa kopi namun kemudian jika boleh lagi aku takkan mempertanyakan bentuk kopi atau dari jenis mana seperti yang diributkan yang akhirnya berakhir pada nominal materi, kemajuan teknologi atau rasa atau selera, itu bukan hak!.
Sadar dalam tidur dan tidur dengan sadar adalah dua kalimat sangat beda, tidak ada perkawanan yang menyatakan seperti apa kawan dalam kamus bahasa, dia tidak berambut merah dengan bibir sensual atau cara berjalan yang mengundang birahi. Semua bahasa adalah keajaiban entah itu perlu berpikir sisi delapan dari kotak yang sudah kusebutkan atau hanya dari beberapa sisi gagasan yang seharusnya manusia berpikir untuk paham.
Tak perlu membaca untuk tetap tahu atau benci juga tak usah kau repot membenci manusia biarkan ia berkreasi dalam kata seni atau air seni yang keluar dari kemaluan mereka. itulah hak!.
Paling tidak aku menggenggam cangkirnya, kopinya boleh berhutang dengan alam.
No comments:
Post a Comment