aku pernah terbang di atas ngarai beserta kawanan burung yang sebenarnya adalah musuhku namun itu pulalah yang menghadapkan aku pada sebuah kenyataan bahwa tidak selepas dan sebebas burung yang ternyata masih ada dalam batasan udara bebas itu sendiri.
aku jatuh diantara pepohonan yang kering dan hampir mati kemudian terdiam karena sebuah kata "hidup". aku berdiri tanpa berpijak pada saat itu saat kusadari hari ini adalah hari yang sama seperti tahun-tahun kemarin dimana tokoh "aku" dan sekitarku adalah hal yang sama, seperti layaknya sebuah cermin dia diam dan berkaca namun tak pernah berucap atau menggugamkan sesuatu yang maju. dia bercerita apa adanya kemudian usang karena usia bahkan pecah karena tuntutan waktu yang semakin keras menghantamnya.
diantara pijakanku terdapat sebuah kata yang kemudian kuambil dan kumasukan dalam saku usangku yaitu "cinta" tapi tetap saja aku tak bisa berbekal itu untuk melangkah dalam pijakanku. hingga kemudian bebatuan tajam yang sebelumnya telah membuatku berdarah menyadarkan ku untuk membeli sandal. tapi sandal yang pernah ku belipun kini sudah hampir putus pada ikatannya dan alasnya yang hampir berlobang karena tergerus aspal jalanan yang semakin hari semakin bagus karena teknologi yang semakin maju.
lalu dengan pakaian ku sendiri yang hampir saja terobek dengan angin yang berdiri menghempaskanku beberapa langkah kebelakang sementara aku tak ingin goyah sekalipun, namun itu juga aku tak bisa berbuat apa-apa karena pijakanku sementara lebih terasa sakitnya karena hanya jari kakiku yang menapak tanah.
bukan lagi sebuah keluhan dan penceritaan yang sempurna layaknya sebuah do'a dan inilah aku.
berlobang dan tak beralas kaki, aku bertelanjang dada hingga rusukku terlihat dari ujung samudra, kakiku bernanah dan berdarah seperti riak sungai yang deras menuju muara.
betulkah itu aku sekarang?
No comments:
Post a Comment