Hujan sudah turun kawan, seiring nada yang kau nyanyikan padaku saat mendung tadi. Biarkan saja angin menerpanya dan membawanya turun ke samudra bayangan yang entah akan kunamakan harapan atau ketakutan. Biarkan ia melayang tanpa tujuan seolah mengingat panjangnya proses hidup dalam ketidakpastian.
Aku tak pernah tahu kawan bahwa kau ada disana saat aku putuskan berlari sendiri dan kudayung perahu nya menuju batasan waktu untuk menghentikannya. ku sendiri tak kan sempat berputar atau bahkan itu diperbolehkan yang aku tahu, kau akan menaiki perahu yang berbeda dan suatu saat nanti di suatu titik entah dimana ketika aku belum melabuhkan perahuku dan belum kuhentikan waktu kau kan berjumpa dan entahlah.
Kedua perahu itu mungkin saja beriring atau mungkin salah satunya akan retak dan kita harus berpindah entah siapa dan kenapa.
Kawan.. entah apa yang bisa kuingat ketika yakinku adalah satu kejadian dimana mimpi menjadi haluan utamaku dan menjadi satu inspirasi tujuanku, sebuah harapan yang awalnya adalah sebuah pandangan murni dari mataku dan ketika waktu memukulku jatuh aku harus melupakanmu laksana sejarah kelam dalam hidupku.
Entahlah saat ini aku tahu siapa diriku ataupun tidak, yang aku tahu adalah aku tak mengetahui apa-apa baik dalam waktuku ataupun waktumu.
Saat mata bertemu mata, aku tahu bahwa itu kau tapi aku tahu bahwa itu bukan kau, rindu pada kawanku sejenak adalah berandaku tapi perahuku sudah terlanjur menunggu.
Aku takkan meninggalkan selamat tinggal... biar saja pada waktuku
"kata" ; tergali disebuah kedalaman ; sebuah nurani yang terpendam laksana jiwa ; bukan suara dan bukan nyawa ; hanya kata... ; tergores mesra ataupun membunuh senja ; kata dan kata untuk makna ; puisi kata.
Thursday, November 27, 2014
Contemplating
The sky are turning dark not because of someone painted it into black or someone turned off the light, The sky is turning black because a cause, a cause that we wouldn't understand as the eyes can see as logic thing can wrote. The sky is following the time where the atmosphere is only a space where it has been balanced to the earth. When the day was came, the sky can be possible bright as the sunlight or even cloudy when it need to be on the rainy season, The sky also turning black when other part of this earth is take turn as the noon and. This earth is rotating and it's fair enough that we got light enough inside our life time. It also the same thing in Alaska or any other part of the earth, This called balance which has been prepared by God to support our life.
Where's our stand?
How big are we? Is it important for us to know how big is this universe or that is one absolute thing we should know and conscious. How tinny we are in front of this universe? and how weak we are in front of The Mighty One who has created this universe full with all the thing as our support and balancing to this world.
What we can see?
Our eyes is un-framed, what we saw and what is become our vision is never be framed but how far our eyes is able to see? but it is not about the distance and our ability to see, but the technology who made this thing can be possible used as a creature which has soul, mind and heart. Human being!
What we feel?
Heartache, happy or what we should feel? What is the feeling to submit on us or to others. Love a man to a girl? or as the global thing is only horizontal relation between humans, but did we ever thing on the Vertical relation? which is between human and God as their creator who provide all this nature for us and also mind to keep it balance, God gave us the nature is not for our belonging but it just a lends where we should keep it balance as before.
Take a mirror and watch your self, watch and don't speak!
Where's our stand?
How big are we? Is it important for us to know how big is this universe or that is one absolute thing we should know and conscious. How tinny we are in front of this universe? and how weak we are in front of The Mighty One who has created this universe full with all the thing as our support and balancing to this world.
What we can see?
Our eyes is un-framed, what we saw and what is become our vision is never be framed but how far our eyes is able to see? but it is not about the distance and our ability to see, but the technology who made this thing can be possible used as a creature which has soul, mind and heart. Human being!
What we feel?
Heartache, happy or what we should feel? What is the feeling to submit on us or to others. Love a man to a girl? or as the global thing is only horizontal relation between humans, but did we ever thing on the Vertical relation? which is between human and God as their creator who provide all this nature for us and also mind to keep it balance, God gave us the nature is not for our belonging but it just a lends where we should keep it balance as before.
Take a mirror and watch your self, watch and don't speak!
Wednesday, November 26, 2014
Woman with a Thunder
She was running try to avoid the rain
In her hand she holding the thunder which she bought from a guy with a scar on his face
She was thinking that she could crossed the rain without getting wet and save the thunder
The thunder was become a flame when the raindrop fall into
Fire start to burned her hand while the girl is kept running
Her feet was bleed
but she still able to ran and met a guy in front of her
The guy who saw her was completely ignored
the thunder still burned till the last and gone in a second while the rain still felt down
She screamed loudly and the guy came to her and asking what's happened
the girl cried while the thunder on her hand was gone and nothing left except her burned hand
The guy took her hand and put it under the rain
and slowly the girl stopped cry
after the girl stopped the guy was leave
The rain also stopped a minutes after the guy left
the day become misty and darker
She didn't see anything in front except two trees which stood up like a gate
She stand up and came to those tree and entered the gate between the trees
asking where she is but she couldn't find the answer
The rain slowly came and told to walk away before funder strike again
She falling down
She falling a part
She falling......
and make out with the thunder.
In her hand she holding the thunder which she bought from a guy with a scar on his face
She was thinking that she could crossed the rain without getting wet and save the thunder
The thunder was become a flame when the raindrop fall into
Fire start to burned her hand while the girl is kept running
Her feet was bleed
but she still able to ran and met a guy in front of her
The guy who saw her was completely ignored
the thunder still burned till the last and gone in a second while the rain still felt down
She screamed loudly and the guy came to her and asking what's happened
the girl cried while the thunder on her hand was gone and nothing left except her burned hand
The guy took her hand and put it under the rain
and slowly the girl stopped cry
after the girl stopped the guy was leave
The rain also stopped a minutes after the guy left
the day become misty and darker
She didn't see anything in front except two trees which stood up like a gate
She stand up and came to those tree and entered the gate between the trees
asking where she is but she couldn't find the answer
The rain slowly came and told to walk away before funder strike again
She falling down
She falling a part
She falling......
and make out with the thunder.
Hujan dalam Dialog menunggu
"Mungkin saja jiwanya lelah, maka biarkan saja ia terdialog dengan asa nya hingga ia tahu bagaimana rasanya penantian sebuah rindu", nyaring bebatuan melantunkan senandung menunggu hujan. Kering bukan saja karena musim kemarau yang berkepanjangan melainkan karena dahaga yang tak pernah berhenti untuk terpuaskan, satu tetes hujan saat ini takkan mencukupi dahaga berikutnya bahkan jika terjadi hujan selama satu minggu, maka takkan cukup memuaskan dahaga pada minggu berikutnya.
"Oh, hujan.... jadikanlah panembah wangi bagi kalbu yang diam dan kemudian datang, basahi dan tenggelamkan aku dalam nuranimu lalu menyadarkan keberadaanku yang sekarang aku lupa". Dan kian terisak tangis memenuhi gelora malam yang tak berkesudahan, pagi sepertinya enggan datang mengganti hari sementara langit masih digelayuti mendung tanpa tanda akan hujan. "Adakah aku salah? berdiri dengan diam karena tidak bisa berbicara atau bersuara namun hanya hatiku saja yang merapalkan seuntai kata do'a menanti kedatanganmu?". Langit tidaklah goyah pada dialog sedih atau hanya asa yang terpendam, permintaan diam dan meminta dalam diam adalah dua kalimat yang berbeda. Waktu siapakah dan dimanakah akan menjadi tahu bahwa hujan sesungguhnya telah datang saat batu sedang tertidur diam dan bersemedi dalam dialog hatinya.
Hari ini akan berbeda dari harapan yang pernah hadir walaupun tanpa rasa takut dan semoga semakin besar kekuatan harapan itu. "Angin, adakah kau bernyanyi malam ini? biarkan aku diam dalam dialogku dan bernyanyi saat aku menginginkannya dan bersuara saat aku memuntahkannya? bisakah?". Sejuta tanya telah bersarang di atas pohon tempat angin bersenandung sebelumnya, hujan jangan pernah tanya ataupun bersetubuh dengan kalimat yang pernah terucap pada bebatuan yang hanyut di sungai harapan dan terbawa menuju laut akibat hujan deras yang turun bertahun-tahun yang lalu.
Tiada kalimat yang memadukan hujan dengan harapan, baca dengan hati dan lihat dengan pelupuk mata sang waktu, apakah pelangi timbul saat malam hari atau tidak? "Tidak! Aku selalu menunggu hujan dan bukan pelangi, entah pada berapa warna yang akan timbul atau justru hanya kabut putih yang menyelimuti kesepakatan antara hujan dan matahari? Ah, aku tak bisa tafsirkan! Aku bukan manusia dan hanya sebatas batu yang terkikis oleh waktu dan tergerus hujan."
"Aku akan bernyanyi untukmu wahai bebatuan yang diam!" Sang hujan menimpali dan kemudian turut duduk di samping sungai yang tak kunjung menghanyutkannya. "Jadilah aku berbicara, dan jadilah aku sebuah dialog yang tak kunjung kau suarakan, jadilah aku sebuah kalimat tanpa dosa mesti harus bersetubuh dengan waktu, aku akan selalu bisa walaupun harus tanpa pelangi dan walaupun tanpa pagi yang datang atau entah kapan akan datang." Sang batuan kemudian menangis berbahagia, diam tanpa rasa dan besuara tanpa kata.
Monday, November 24, 2014
Tuan Hujan
"Sudah hujan Tuan, apakah secangkir lagi akan kau tambahkan untuk membunuh dingin di altar yang semakin terendam?".
"Sudah tinggal diam Tuan, suaranya kini sudah hilang bergaduh dengan tetes hujan dan bergulat dengan air yang jatuh kemudian tenggelam menghilangkan bekas luka yang ada... Apakah Tuan akan berjanji untuk berjanji kemudian membawa aroma tanah itu dalam senandung yang akan kau nyanyikan?"
Kepada malam kini tak bersuara lalu datang angin membawa rupa tak berteman waktu, daripadanya ada bulir-bulir hitam menetes ibarat kopi yang semakin habis karena cangkir yang semakin usang dan membasahi lantainya.
Waktu bukan saja datang pada senja, namun ia datang untuk menceritakan sebuah cerita tentang hati dan cerita tentang betapa waktu menghardiknya hingga kini tak ada lagi diam ataupun gemuruh petir yang mengembara dalam secangkir kopi panas yang terseduh oleh harapan.
"Tuan, siapakah aku dalam Tuan? ataupun sanubari yang berpesan kepada diri laksana cermin yang mengajak berdansa saat hujan dan sepi datang?"
Sore masih hujan ia tak beraga hanya duduk di bantaran kali memandang genangan yang kean mengalir dan tengelam tanpa nafas.
"Apakah saya harus mengiba Tuan? atau berkelahi dengan sajak yang tertoreh dalam perdu yang kau nyanyikan?"
Malam enggan datang dan biarkan pagi sahaja yang melewati dan melompati pagar hati untuk senantiasa berdiri tanpa ketakutan, berharap tiada hujan dan memandang mendung mengiba pada matahari yang enggan nampak.
"Ah, sudahlah..... sudah waktuku Tuan, sudah waktuku....."
"Sudah tinggal diam Tuan, suaranya kini sudah hilang bergaduh dengan tetes hujan dan bergulat dengan air yang jatuh kemudian tenggelam menghilangkan bekas luka yang ada... Apakah Tuan akan berjanji untuk berjanji kemudian membawa aroma tanah itu dalam senandung yang akan kau nyanyikan?"
Kepada malam kini tak bersuara lalu datang angin membawa rupa tak berteman waktu, daripadanya ada bulir-bulir hitam menetes ibarat kopi yang semakin habis karena cangkir yang semakin usang dan membasahi lantainya.
Waktu bukan saja datang pada senja, namun ia datang untuk menceritakan sebuah cerita tentang hati dan cerita tentang betapa waktu menghardiknya hingga kini tak ada lagi diam ataupun gemuruh petir yang mengembara dalam secangkir kopi panas yang terseduh oleh harapan.
"Tuan, siapakah aku dalam Tuan? ataupun sanubari yang berpesan kepada diri laksana cermin yang mengajak berdansa saat hujan dan sepi datang?"
Sore masih hujan ia tak beraga hanya duduk di bantaran kali memandang genangan yang kean mengalir dan tengelam tanpa nafas.
"Apakah saya harus mengiba Tuan? atau berkelahi dengan sajak yang tertoreh dalam perdu yang kau nyanyikan?"
Malam enggan datang dan biarkan pagi sahaja yang melewati dan melompati pagar hati untuk senantiasa berdiri tanpa ketakutan, berharap tiada hujan dan memandang mendung mengiba pada matahari yang enggan nampak.
"Ah, sudahlah..... sudah waktuku Tuan, sudah waktuku....."
Subscribe to:
Posts (Atom)