dalam hujan aku mencari nama,sementara ukiran yang sudah terpahat telah membakar disela sela nuraniku mengerogoti khayal serta asa yang terpajang memanjang dari kilometer nol hingga tak terhingga.
kau yang berada disana menunggu hujan tanpa jeda bahkan kau tak enggan menari, kau tak pernah malu untukku dan aku menjadi sempurna bagi diriku. aku menjadi diriku saat itu.
dititik batasan yang tercipta antara jauhnya perbedaan waktu dan entah itu adalah jiwa tapi aku tahu jiwa satu dalam berbeda nyawa, dan aku menunggu hujan berhenti untukmu. pernahkah kau tersadar dari mimpimu saat kau bermimpi nyata itu hanya sebuah ilusi seperti keramaian didalam kotak pos yang senantiasa gaduh namun sekaligus sebenarnya diam dalam kata-kata?
aku tidak wahai "hujan".
hari ini kau tanyakan padaku "benarkah akumencintai hujan?".
"ya, dan tak seorangpun sanggup menghentikanku" kujawab untuk pertanyaanmu dan kujawab itu untukmu meski kau sendiri tak tersadar bahwa aku selalu ada bahkan saat kau menganggapku tak ada.
aku kemudian beranjak dari dudukku memandang warna jingga dilatar belakangmu, kemudian kubisikan kata "kau adalah hujanku". tapi aku tetap bisu dan kehilangan keseimbanganku yang akhirnya aku jatuh tersungkur.
No comments:
Post a Comment