Pengalaman "keindahan" sering melibatkan penafsiran beberapa entitas yang seimbang dan selaras dengan alam, yang dapat menyebabkan perasaan daya tarik dan ketenteraman emosional. Karena ini adalah pengalaman subyektif, sering dikatakan bahwa beauty is in the eye of the beholder atau "keindahan itu berada pada mata yang melihatnya.
Bahkan pada masa-masa tersebut ada beberapa penelitian yang mendeskripsikan kata “cantik” itu dengan menetapkan standar bahwa cantik itu adalah lebih merupakan deskripsi dari eksplorasi tubuh perempuan. Namun kemudian orang-orang dipengaruhi oleh gambar-gambar yang mereka lihat di media untuk menentukan apa yang cantik atau tidak cantik. Banyaknya kaum feminis yang menggilai hal tersebut dan tidak sedikit diantaranya membuat sesuatu yang tidak cantik menjadi cantik dengan berbagai macam cara terlebih setelah ditemukannya teknologi bedah plastik yang memungkinkan seseorang merubah bagian-bagian tubuhnya yang dianggap kurang menarik.
Wanita yang elok rupanya disebut "cantik" atau "ayu", sementara pria yang rupawan disebut "tampan" atau "ganteng" di dalam masyarakat. Sifat dan ciri seseorang yang dianggap "elok", apakah secara individu atau dengan konsensus masyarakat, sering didasarkan pada beberapa kombinasi dari Inner Beauty (keelokan yang ada di dalam), yang meliputi faktor-faktor psikologis seperti kepribadian, kecerdasan, keanggunan, kesopanan, kharisma, integritas, dan kesesuaian, dan Outer Beauty (keelokan yang ada di luar), yaitu daya tarik fisik yang meliputi faktor fisik, seperti kesehatan, kemudaan, simetri wajah, dan struktur kulit wajah.
Ada beberapa gerakan budaya yang sangat terpengaruh dengan kata-kata “cantik” itu, ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh sebagian orang bahwa ras-ras campuran sering dianggap lebih menarik daripada orang tua mereka karena keragaman genetik mereka, sehingga banyak pula yang beramai-ramai melalukan trans genetika melalui perkawinan antar ras. Baik itu ras berkulit putih, merah ataupun ras berkulit hitam. Hal tersebut dipercaya untuk melindungi mereka dari kesalahan warisan orang tua masing-masing.
Konsep kecantikan pada laki-laki dikenal sebagai “bishōnen” di Jepang. Bishōnen mengacu pada laki-laki dengan fitur khas feminin, karakteristik fisik ditetapkan sebagai standar keindahan di Jepang dan biasanya dipamerkan dalam budaya pop mereka.