Saturday, January 12, 2013

Pathfinder

I entered the circle which I drawn before and I couldn't find the way to ended, I took my pen out even the ink hasn't gone dry, I have try this path before and the more I walked the the more I goes in deep into the bottom. I stayed in a comma where every continues is upon me and I couldn't swam up to the surface.

I'd choose my path when the distortion of my own guitar is re sound in my head and told me to be the one once again, be a common as they will and ended as I'm the only only one weirdo that lived in the surface or in deep.

Am I paralyzed because of the fast movement which I should follow and I can't reach it?

I won't ask the star cuz it falling me down and I have more question that I should buried in my back yard before I go to another path and found another question.

Wednesday, January 2, 2013

hitam

Aku mengambil busur panahku yang kutanam di belakang rumah, entah berapa lama ku simpan busur ini terkubur harap yang pernah ku impikan sebagai seorang ksatria, setidaknya kuanggap demikian. Beberapa orang sudah berangkat terlebih dahulu menuju tempat bertempur di garis depan.

Aku bukannya takut dengan musuhku yang sudah semakin kuat, dan semakin besar. aku hanya seorang ksatria yang tertinggal bahkan mungkin tidak layak menjadi ksatria. Aku bukan tinggal di pedalaman istana sebagai ksatria gagah berani yang mengalahkan musuh sang raja, kenyataannya aku seorang ksatria yang hidup di pinggir kali yang mencoba mengalahkan ego terbesarku dari kekalahan yang pernah kualami beberapa tahun lalu.

Busur yang kudapat dari seseorang resi sewaktu belajar kehidupan dan menjadi hidup dikala waktu berjalan mundur dan terinjak oleh bebatuan yang tidak nampak sebagai musuh bagi hidupku. Kusimpan busur ini untuk bisa kupakai pada waktu ketika akan kutemui cintaku dan egoku untuk mengalahkannya di bukit dekat gunung yang pernah kudaki tempat bertapa.

terlukis sebuah goresan pada batang busurku ketika pencarianku akan makna hidup dan ujian yang kuhadapi sebagai "Siapa aku" sudah kudapatkan sebagai perlambang sudah lulusnya ujianku dan kenaikan tingkatku sebagai aku yang di akui oleh diriku sendiri sedang bersandiwara sebagai aku atas ceritaku sendiri. 

Bukan sebuah realitas ataupun mimpi karena dongeng sudah terceritakan sebelum tidur dan cintaku sudah terlelap jauh menuju alam mimpi hingga tak ada lagi pagi yang datang menyinari cahaya2 bathinku, hanya tinggal satu cahaya hidupku yakni keyakinanku serta penantianku untuk tetap bertahan dalam pertempuran yang kuhadapi sekarang.

Pada sang ratu, ibuku aku berpamitan dan pada sang Raja yang entah kemana aku memohon doa lalu saudara2ku yang tak pernah menganggapku saudara. Aku kemudian berperang dilapis kedua barisan tentara untuk membidikan anak panahku melindungi garis depan yang hanya tinggal sedikit saja.

Ku tarik tali busurku hingga mengkerut2 seluruh otot lenganku, dan gigiku meringis seolah tenaga yang akan kukeluarkan adalah seribu tenaga tendangan kuda. ujung busurnya sudah ku olesi minyak dan ku berikan api hingga pikirku jika mengenai musuhku maka tubuhnya akan terbakar dari dalam dan menjalar keluar tubuhnya. 

Seribu panah melesat dari barisanku, meesat sejajar berbaris di angkasa namun berbeda dengan panahku, ia melesat jauh bahkan terlalu jauh keangkasa hingga hanya nampak setitik cahaya api saja dari kejauhan, semua tentara memandangku bahkan decak kagum datang dari mereka hingga membuatku merasa sombong.

Semua panah sudah mendarat di barisan musuhku, banyak yang terpental dan mati namun panahku yang melesat tak kunjung turun, bahkan cahayanya sudah tidak nampak lagi, ketika mereka sudah mengambil panah kedua dan ketiga panahku belum turun juga, bahkan sebagian mereka sudah banyak melumpuhkan musuhnya. Decak kagum kini berubah menjadi ejekan bagiku tapi aku tahu dan tetap ku ikuti perintah pemimpin perang ku bahwa jangan mengambil panah sebelum panah pertama turun dan membunuh musuhku, aku diam dan melihat angkasa, aku berdiri saat mereka yang dibelakangku berteriak supaya aku menghindar. 

Aku pikir aku menghalangi pandangan mereka namun ternyata sebuah panah melesat dari belakang dengan nyala api yang kemudian kukenal sebagai anak panah yang kulepaskan, dan ketika aku menengok ke belakang tepat di pelipis dahiku panah itu menancap hingga aku mati....

............................................................


peri mimpi

Kamu datang ke salah satu sudut ruangan itu dan membawakanku seorang peri kecil, lalu rambutmu yang terurai panjang dengan lembutnya mengikuti kemanapun angin bertiup, tidak ada hujan saat itu karena ku tahu kamu tidak ingin hari hujan karena sang peri hujan takut akan petir.

Masih sama seperti ketika aku tidak pernah tahu dirimu, hari ini aku tidak saja buta namun aku memeluk kamu sebagai pribadi yang tidak pernah tahu siapa dan apa yang kuhadapi. 

Lalu, ibuku datang menjemputmu menyapukan tangismu dan memberikanmu sebuah senyuman tulus diantara ranting kering yang sedang terbang karena angin dan kemudian terbuai dalam larutnya keharuan akan masa lalu. Sungguh ingin aku diam karena kebencianku pada dunia membunuhku hingga karat dalam hatiku bertambah kemudian rapuh karena usianya, namun aku tidak peduli karena aku sudah punya hatimu.

Perempuan yang datang kala hujan kemudian diam tenggelam dan menghilang setelah hari sudah berganti serta matahari sudah di pelupuk mata. 

ini imajinasiku dikala mendung sudah tertinggalkan jauh sebelum aku mengenal kamu, karena aku tahu aku akan tetap berada disini melukiskan kebingunganku dan tak pernah ada jawabannya.

Tuesday, January 1, 2013

Bukan hanya alphabet

Dibawah cerita dan jejak yang sejak dulu ia sedang menanti antara waktu serta hari yang mulai berganti senja ia bernarasi pada hujan yang sedang turun seolah berusaha menidurkannya untuk kemudian melukiskan pelangi diantara ke dua gunung yang sedang bernaung dibawah selimut awan.

"Akulah sang raja tanpa nama, melangkah diantara batuan tipis tajam jariku terluka
aku sedang bergelandang ditepian batas samudra pikiran karena aku raja dari raja paham serta mengartikan diri dalam hibah yang sudah kudapat pada kedua tanganku.

(Dia) bilang siapa aku seperti senja datang dan tenggelam hanya berpakaian harapan menuntut pagi datang cepat, perempuan di antara malam yang menari dalam hujan, lalu siapakah aaku (dia) yang menuntunku jauh keatas tangga yang berbatas langit shubuh."

Dia melompat ke dalam cahaya lalu kemudian menemukan (aku) dia dalam bejana yang sudah terawetkan membatasi gerak gerik dan mendengarkan ombak dari sebuah sungai yang beriak seolah menjadi lautan. Diantara batasan bayang ada sebuah cahaya lain, kemudian dia percaya atas apa yang ia dengar seperti nyanyian alam untuk sang pohon yang sudah tumbang kemudian bangkit dari kematiannya.

[scene terakhir]

Keduanya menari dalam sebuah dapur dimana terdapat perapian yang hampir padam dia berwujud tak tersentuh namun menyanyikan sebuah kisah cinta antara dua manusia yang lambat laun tak terdengar suaranya lagi karena hujan dan gelap malam, tidak ada salju turun di luar jendela atau bahkan suara burung hantu yang menyanyikan kekelaman malam itu, (ia) aku yakin karena cintanya pada perempuan itu yang membangkitkannya dari jatuh turun tangga dan dari penyelaman palung samudra pasifik yang tidak berada di ekuator melainkan planet lain yang tidak bernama bumi, dan semuanya tidak menjadi masuk akal kembali.

Sang tua datang lalu membuat goresan di lantai kayu dari kayu mati

"Benarkah pertanda cinta itu tidak datang atau datang hanyalah sebuah lukisan cat air yang bisa saja pudar karena hujan? lalu siapakah kamu pada kanvas kosong yang tidak terlukis pada hari dimana hari tidak hujan?"