Wednesday, January 26, 2011

betulkah itu aku?

aku pernah terbang di atas ngarai beserta kawanan burung yang sebenarnya adalah musuhku namun itu pulalah yang menghadapkan aku pada sebuah kenyataan bahwa tidak selepas dan sebebas burung yang ternyata masih ada dalam batasan udara bebas itu sendiri.

aku jatuh diantara pepohonan yang kering dan hampir mati kemudian terdiam karena sebuah kata "hidup". aku berdiri tanpa berpijak pada saat itu saat kusadari hari ini adalah hari yang sama seperti tahun-tahun kemarin dimana tokoh "aku" dan sekitarku adalah hal yang sama, seperti layaknya sebuah cermin dia diam dan berkaca namun tak pernah berucap atau menggugamkan sesuatu yang maju. dia bercerita apa adanya kemudian usang karena usia bahkan pecah karena tuntutan waktu yang semakin keras menghantamnya.

diantara pijakanku terdapat sebuah kata yang kemudian kuambil dan kumasukan dalam saku usangku yaitu "cinta" tapi tetap saja aku tak bisa berbekal itu untuk melangkah dalam pijakanku. hingga kemudian bebatuan tajam yang sebelumnya telah membuatku berdarah menyadarkan ku untuk membeli sandal. tapi sandal yang pernah ku belipun kini sudah hampir putus pada ikatannya dan alasnya yang hampir berlobang karena tergerus aspal jalanan yang semakin hari semakin bagus karena teknologi yang semakin maju.

lalu dengan pakaian ku sendiri yang hampir saja terobek dengan angin yang berdiri menghempaskanku beberapa langkah kebelakang sementara aku tak ingin goyah sekalipun, namun itu juga aku tak bisa berbuat apa-apa karena pijakanku sementara lebih terasa sakitnya karena hanya jari kakiku yang menapak tanah.

bukan lagi sebuah keluhan dan penceritaan yang sempurna layaknya sebuah do'a dan inilah aku.

berlobang dan tak beralas kaki, aku bertelanjang dada hingga rusukku terlihat dari ujung samudra, kakiku bernanah dan berdarah seperti riak sungai yang deras menuju muara.
betulkah itu aku sekarang?

Sunday, January 16, 2011

nisan hampa

Merdu lantunmu saat senja merangkak dan membunuh cahaya sang perkasa mentari yang dengan kokohnya menancapkan taring siangmu, alam yang pudar digenggam dalam keangkuhan serta keegoisan meninggalkan nisan gersang bagi penghuni alam, namun tetap merdu suaramu terdengar dalam kelelapan hembusan angin yang kian mengabarkan bahwa hutanku kini bersedih. Menangis dengan indahnya hingga telinga ini tak bisa mendengar lagi jerit tangismu serta pekik kesakitanmu.

Malamku dan bintang-bintangku tolong temani kesengsaraanku dalam pelukan tangis dosa dan ketidakberdayaanku, bangunkan aku dalam cerita malam pelepas tidurmu…
Aku tak ingin tetap berada disini menunggu kehancuran yang akan kudapat saat bersamamu menangis menyisakan derita yang menusuk kalbuku..

diam

sanubari yang diam
embun yang bergerak kala senja
sementara hapuskan suara
seperti manusia bisu

pernahkah kau sedikit berbahasa
berlari menatap angin
namun hampa kala menapak
kau tak berbicara

aku akan panggilkan hujan
dalam batas mimpiku
biar kau bicara dalam tangis
dan kau hancurkan mata

Tuesday, January 11, 2011

perempuan dan hujan

tak peduli berapa tahun lamanya kau tetap berada dibawah asuhan hujan yang menahun, tak pernah mereda bahkan sementara hari yang terang telah mengusirmu ke daratan dimana kau tak mengenal dirimu sendiri.
kau yakin bahwa kakimu telah lemah berjalan bahkan menapak, satu masa saja tetap kakimu tak beralas menapak bumi dan air hujan yang menerjangmu kau jadikan cambuk bathin seolah dunia ini mengerti akan hidupmu serta kesendirian yang tak pernah menuju tepian bahagia.

mengertilah wahai perempuan, bila hari ini hujan tak datang bukan berarti kau takkan menangis lagi dan menari dengan cerita cintamu yang semakin layu dan busuk karena tangis perihmu. kau tahu perempuan?? dibalik hujan itu aku pernah memegang payung tanpa kau sadari kau sudah berlari ketika kau melihat gelap mukaku. dan setelah itu aku bercinta dengan hujan seperti dirimu dan merangkul mendungku dari batas masa transisi senjaku ketika kau selalu hadir dan hadir membawa jutaan ratusan pasukan air untuk mengingatkanku bahwa hari ini tetap hujan turun.

suatu malam ketika itu dibawah redup cahaya bukan rembulan kau berjalan mengelilingi kota dimana sebuah harapan dan tujuan dari hidupmu pernah terlukiskan, aku mengikutimu berjalan dari belakang saat kau berhenti di tempat dimana transisi terang sebuah lampu jalan yang kemudian menyudutkan mu pada kegelapan, sementara aku hanya memperhatikan saat kau mulai menari seolah penari salsa yang bercerita tentang gairah hidupmu.
kau menari begitu lugas dan tampak dimukamu begitu harunya dirimu tersinari sedikit cahaya hingga samar tangismu mengalir deras dari pipimu.

apa yang harus aku lakukan?

benarkah aku harus diam saat itu, dari bahasamu aku tak berhenti sejenak memandang karena kutahu kau sedang berbahasa tanpa kau tahu. tiap lirik dan bisik hujan yang menggemuruh ditelingaku. dan sialnya aku hanya bisa diam menanti hujan reda saat itu.

lalu, kemudian aku kembali ke peraduan malamku, sejenak merumuskan bahasa yang harus aku mengerti malam itu. apakah itu kau? tangismu atau sejenak hanya fatamorgana hujan yang tak pernah ada.

lalu keesokan harinya aku menanti hujan hingga tahun kedua setelah kau menangis dan tak tampak sampai tahun ketiga.

aku kehilanganmu hujan...

Saturday, January 8, 2011

tokoh tak bernama

betul kau sudah mengkhianatiku semenjak sejenak aku tak memandang duniaku, lalu kenapa kemudian kau membunuhku disaat aku hampir jatuh dan enggan berdiri??
aku sama sekali tak pernah peduli kawan! biarkan saja dia datang dan membunuh kepercayaanku sementara kau hilangkan duka dari pelipismu.

aku bukan tanpa noda kawan, bahkan hanya sebatas manusia dengan segenggam harapan saja bahkan mungkin mimpi dan cerita tengah malam saja. namun jangan sesekali menginjak kepalaku, aku sudah hampir saja diam dalam tokoh super misterius yang tak berbahasa namun mempunyai sikap. tidak seperti ini dan itu juga kawan.

benar saja kau tak mau tahu!

pengecut, seperti yang kau ajarkan padaku... bukan kau seorang ayah, teman bahkan seorang musuh sekalipun. kau adalah pengecut yang diam namun pisaumu telah menusukku berulang2 BANGSAT!!!!

Friday, January 7, 2011

pilihan cinta dan kepercayaan

kau tak akan hilang dalam sebuah materi kepercayaan, seperti diorama mini yang memeperagakan seorang cinta yang mencinta dan kemudian dicintai. landasan sebenarnya adalah sebuah kepercayaan terhadap cinta namun dengan waktu yang semakin hilang ini. kau juga hilang dalam cinta tentunya tanpa kepercayaan yang kemudian muncul istilah "cinta itu buta". bukan buta ijo sih... tapi sosok manifest "buta" disini adalah tanpa melihat bisa saja tanpa melihat lingkungan, tanpa melihat keluarga, teman atau justru tanpa melihat rupa???.

sejauh itu pula mempertanyan kau dan rasa cintamu, mana yang kau ambil dari tanda tanya yang sudah kau sepakati untuk diam dan tak berkata? lain dulu dan rencana sekarang kan kawan.. itu seharusnya menjadi sebuah terpan bagi hati seolah kau memengerti cinta dan seggenap kepercayaan didalamnya.

kita adalah mahluk yang terpaksa hidup dijalur supercepat, bukan jalan tol namun jalan YAKIN bebas hambatan. terlalu cepat memang dan akan susah untuk berhenti. BERHENTI BERARTI MATI dan LAMBAT BERARTI MATI. mana kemudian kau pilih?

Saturday, January 1, 2011

tetap diam

harus kau dengarkan biar tersimpulkan bahwa aku sebetulnya memang ada tanpa kau sadari atau tidak pernah kau sadari. aku masih seorang laki-laki dan manusia yang mempunyai raga walau tidak sesempurna harapan.

aku sudah mengikuti waktu dari alur sebelum jam berdiri dimenara tua kota ingatanmu, saat ku tanamkan sejuta tanaman hati di palung samudra.

benarkah dia atau kau pernah mencari satu baris warna dalam sekelumit cerita tidak hanya dalam naluri tapi diam adalah kau saat tak berbahasa cinta

cermin retak

didalamnya sebuah cerita dari beberapa tahun yang berlalu kemudian timbul tenggelam, waktu terus berlalu, detik berganti menit kemudian berganti jam, hari, minggu, bulan dan akhirnya tahun ini kemudian terlewati dengan begitu saja.

mata, hati, jiwa yang masih diam diposisi yang sama seperti tidak pernah hidup namun berbahasa seolah telah mengalahkan waktu dan menelan semua kekosongan seperti hari dan hari berikutnya untk lebih bisa berjalan tentunya dengan menapakan kaki bukan dengan terbang melayang penuh dengan mimpi yang membuai nurani sehingga pelan-pelan menggerogoti jiwa dan akal sehat.

biar saja hari ini menjadi hari baru bagi kita diantara proses hidup yang kita jalani sekarang tentunya dengan TANPA PENYESALAN.

karena disini kita belajar hidup, membuat sandal untuk kita tidak menapak dengan rasa sakit dan sebuah harapan atau tujuan yang harus kita gapai dalam hidup bukan sebaliknya mempertanyakan apa yang tidak pernah ada jawabannya.